Nikah Mut’ah Cara Mudah Cari Pengikut
Nikah Mut’ah Cara Mudah Cari Pengikut
Nikah mut’ah adalah nikah kontrak atau
nikah zina di mana aqad nikah tanpa wali dan tanpa saksi serta pisah dengan
sendirinya dalam beberapa tempo yang disepakati syi’i laki-laki dan syi’i
perempuan.
Diriwayatkan secara dusta dari Abu
Abdillah, dia berkata:
إِنَّ اللهَ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَرَّمَ عَلَى شِيْعَتِنَا الْمُسْكِرَ مِنْ كُلِّ شَرَابٍ وَعَوَّضَهُمْ
مِنْ ذَلِكَ بِالْمُتْعَةِ
“Sesungguhnya Allah tabaraka wa
ta’ala telah mengharamkan atas orang-orang Syi’ah kami setiap minuman
memabukkan dan mengganti hal tersebut dengan mut’ah.”[1]
Diriwayatkan secara dusta bahwa Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ تَمَتَّعَ
مَرَّةً وَاحِدَةً عُتِقَ ثُلُثُهُ مِنَ النَّارِ، وَمَنْ تَمَتَّعَ مَرَّتَينِ عُتِقَ
ثُلُثَاهُ مِنَ النَّارِ، وَمَنْ تَمَتَّعَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ عُتِقَ كُلُّهُ مِنَ
النَّارِ
“Barangsiapa yang melakukan mut’ah
sekali, maka Allah akan membebaskan 1/3 dirinya dari Neraka. Barangsiapa yang
melakukan mut’ah dua kali, maka Allah akan membebaskan 2/3 dirinya dari Neraka.
Barangsiapa yang melakukan mut’ah tiga kali, maka Allah akan membebaskan
seluruh dirinya dari Neraka.”
Juga
diriwayatkan secara dusta --dalam kitab yang sama--bahwa Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ تَمَتَّعَ
مَرَّةً كَانَ كَدَرَجَةِ الْحُسَيْنِ، وَمَنْ تَمَتَّعَ مَرَّتَيْنِ فَدَرَجَتُهُ
كَدَرَجَةِ الْحَسَنِ، وَمَنْ تَمَتَّعَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ كَانَ كَدَرَجَةِ عَلِيِّ
بْنِ أَبِي طَالِبٍ، وَمَنْ تَمَتَّعَ أَرْبَعَ مَرَّاتٍ فَدَرَجَتُهُ كَدَرَجَتِي
“Barangsiapa yang melakukan mut’ah
sekali, maka derajatnya seperti derajatnya Al-Husain, barangsiapa yang
melakukan mut’ah dua kali, maka derajatnya seperti derajatnya Al-Hasan,
barangsiapa yang melakukan mut’ah tiga kali, maka derajatnya seperti derajatnya
‘Ali bin Abi Thalib, dan barangsiapa yang melakukan mut’ah empat kali, maka
derajatnya seperti derajatku.”[2]
Mereka tidak membatasi mut’ah hanya empat wanita, bahkan menganjurkan lebih dari itu
sebanyak-banyaknya, bahkan meski ribuan wanita.
Diriwayatkan secara dusta dari
Zurarah bahwa dia bertanya kepada Abu Abdillah:
ذَكَرْتُ لَهُ
الْمُتْعَةَ، أَهِيَ مِنَ الْأَرْبَعِ؟ فَقَالَ: تَزَوَّجْ مِنْهُنَّ أَلْفاً فَإِنَّهُنَّ
مُسْتَأْجَرَاتِ
“Aku bertanya kepadanya tentang
mut’ah apakah terbatas empat saja?” Dia menjawab, “Nikahilah 1000 dari mereka
karena mereka wanita-wanita sewaan.”[3]
Yang lebih memalukan, mereka
membolehkan melakukannya terhadap anak kecil yang masih menyusu[4],
pezina[5],
dan menggabungkan antara wanita dengan anaknya, bibinya, atau ibunya. Sehingga
banyak sekali kisah-kisah mengharukan seseorang melakukan mut’ah dengan
menggabungkan antara wanita dengan putrinya, wanita dengan bibinya, dan wanita
dengan ibunya tanpa mereka sadari, bahkan salah satu ulama besar mereka
melakukan mut’ah lalu lahir anak perempuan dan beberapa tahun kemudian
melakukan mut’ah dengan putrinya tersebut yang masih gadis,[6]
bahkan lewat dubur (jalan belakang) pun diperbolehkan.[7]
Keyakinan
Ahlus Sunnah
Nikah mut’ah pernah Nabi ﷺ bolehkan pada salah satu peperangan,
tetapi kemudian beliau melarangnya hingga hari Kiamat.
Imam Muslim membuat sebuah bab dalam
kitab Shahihnya, “Bab: Nikah Mut’ah dan Penjelasan Diperbolehkannya Mut’ah Lalu
Dihapus Lalu Dibolehkan Lalu Dihapus Lalu Diharamkan Terus-Menerus Hingga Hari
Kiamat,” lalu membawakan beberapa hadits, di antaranya sabda Rasulullah ﷺ:
«يَا
أَيُّهَا النَّاسُ، إِنِّي قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِي الْإِسْتِمْتَاعِ مِنَ
النِّسَاءِ، وَإِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ ذَلِكَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، فَمَنْ
كَانَ عِنْدَهُ مِنْهُنَّ شَيْءٌ فَلْيُخَلِّ سَبِيلَهُ، وَلاَ تَأْخُذُوا مِمَّا
آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا»
“Wahai manusia, sesungguhnya aku dulu
memberi izin kalian untuk melakukan mut’ah terhadap wanita, dan sesungguhnya
Allah telah mengharamkannya hingga hari Kiamat. Maka, barangsiapa yang memiliki
mereka hendaklah dia melepasnya, dan janganlah kalian ambil apa yang dahulu
kalian berikan kepada mereka (mahar).”[8]
Imam An-Nawawi (w. 676 H)
menjelaskan, “Pendapat yang benar dan terpilih adalah bahwa pengharaman dan
pembolehan mut’ah terjadi dua kali. Yaitu dibolehkan sebelum perang Khaibar
lalu diharamkan saat perang Khaibar lalu dibolehkan lagi saat penaklukan Makkah
di musim
sangat panas sekali lalu diharamkan setelah tiga hari dan ini berlaku selamanya … Al-Qadhi berkata, ‘Para ulama telah
sepakat bahwa nikah mut’ah ini adalah nikah sampai batas waktu tertentu tanpa
hak waris dan terputus sesuai batas waktunya tanpa thalaq. Kemudian terjadi
ijma’ semua ulama atas keharamannya kecuali orang-orang Rafidhah.’”[9]
Pembaca budiman, kita merenung tentang ajaran Syi’ah yang terang benderang
penyimpangannya ini, karena sebagian ajarannya tidak masuk akal dan jelas
kedustaannya. Hanya saja, mengapa banyak sekali pengikutnya dan bersemangat
para ulamanya? Ternyata penulis mendapatkan jawaban ada di ajaran mut’ah ini.[10]
Seolah-olah dengan masuk ke dalam agama ini mereka bisa melegalkan seks bebas
dan mengumbar syahwatnya.
Syahwat telah membuat mata-mata menjadi buta dan hati-hati menjadi
terkunci. Bukankah
pembunuhan pertama kali putra Adam karena wanita? Bukankah Yusuf ‘alaihissalam
dipenjara karena fitnah wanita? Bukankah Nabi Yahya dipenggal kepalanya karena
wanita? Bukankah Nabi Zakaria dibunuh karena wanita? Bukankah
kehancuran Bani Israil karena wanita? Bukankah Caesar Alexander terbunuh karena
wanita?
Salah satu
postingan ulama Syi’ah kontemporer di akun twitternya bahwa ada seorang wanita
Syi’ah bercadar bertanya kepadanya:
“Wahai imam
kami, bagaimana hukumnya seorang istri melakukan mut’ah dengan lelaki lain
tanpa sepengetahuan suaminya. Sungguh saya telah melakukan mu’tah dengan lelaki
lain lebih dari 100 kali.”
Syaikh itu
menjawab, “Boleh melakukan mut’ah dengan seizin suamimu. Tapi jika kamu
melakukannya tanpa seizin suami, semakin banyak pahalanya dengan syarat kamu
melakukannya ikhlas karena Allah.” [!!!]
Ada seorang
sunni yang sepertinya sangat geram
kepadanya sambil merespon, “Anta ulama`ul farji Al-kadzdzaaaaaaaaaab!!!”
Syahwat
merupakan salah satu dari dua pintu setan. Mari kita memotifasi pemuda agar
segera menikah. Benteng syahwat adalah menikah dan benteng syubhat adalah
belajar dan menghadiri majlis ilmu para ulama sunnah. Dengan begitu akan
terhindar dari Syi’ah, dengan seizin Allah.[]
[1] Man Lâ
Yahdhuruhul Faqîh (hal. 330) oleh Al-Qummi.
[2] Tafsîr
Minhajush Shâdiqîn (II/492-493) oleh Al-Kasyani.
[3] Furû’ul Kâfi
(V/451) oleh Al-Kulaini dan At-Tahdzîb (II/188) oleh Ath-Thusi.
[4] Tahrîrul
Wasîlah (II/221) Kitabun Nikah: Masalah Ke-12.
[5] At-Tahdzîb
(V/1705-1706) oleh At-Thusi dan Tahrîrul Wasîlah (II/265) Al-Qaul Fin
Nikâh Al-Munqathi’: Masalah Ke-18.
[6] Sebagaimana yang
dikisahkan syaikh mereka Al-Musi dalam Kasyful Asrâr (hal. 46).
[7] Al-Istibshâr
(III/243) oleh Ath-Thusi.
[8] Shahih: HR.
Muslim (no. 1406), Ibnu Majah (no. 1962), Ahmad (no. 15351), Ibnu Hibban (no.
4147) dalam Shahihnya, dan Ath-Thabarani (no. 6513) dalam Al-Mu’jam
Al-Kabîr dari Sabrah Al-Juhanni Radhiyallahu ‘Anhu.
[9] Syarh Shahîh
Muslim (IX/181) oleh Imam An-Nawawi.
[10] Agama Syi’ah awal
dirintis karena kebencian Yahudi kepada ‘Umar dan kaum Muslimin yang berhasil
mengusir mereka dari Jazirah Arab, dan didukung kaum Majusi Persia penyembah api yang pada masa ‘Umar
berhasil ditaklukkan kaum Muslimin. Hari ini agama
Syi’ah berpusat di negeri Iran, persis dengan tanah air nenek moyang mereka Abu
Lu`lu`ah
Al-Majusi yang menikam dan membunuh khalifah rasyid ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu
‘Anhu. Adapun penganut Syi’ah hari ini semakin banyak dan diminati ahli
bid’ah dan sebagian kaum pemuda sunni, serta ulama mereka lebih bersemangat
menyebarkan kesesatannya tidak lain karena kecintaan syahwat mereka terhadap
ajaran amoral ini, disamping yang telah disebutkan. Allahu a’lam.