Niat Sholat Menurut Syafiiyyah

 

Niat artinya sengaja, yakni sengaja melakukan sesuatu yang dihadirkan berbarengan saat mengerjakan sesuatu tersebut. Tempatnya di hati.

Wajib menghadirkan 3 niat dalam Sholat: (1) Sholat, (2) fardhu, (3) Ashar misalnya. Yakni ia harus menghadirkan dalam hati bahwa ia sedang Sholat, untuk membedakan dengan kegiatan selain Sholat. Ia juga harus menghadirkan jika sedang Sholat fardhu untuk membedakan dengan Sholat sunnah, misalnya dua rokaat di waktu pagi: mungkin Sholat qobliyah dan mungkin Sholat Subuh dan yang membedakan adalah niatnya. Ia juga harus memperjelas Sholat fardhu apa: Ashar, Maghrib, ataukah Isya?

Adapun jika Sholat sunnah, cukup menghadirkan dua hal saja dalam niatnya yaitu Sholat dan jenis Sholat sunnahnya (rowatib atau hajat atau dhuha) jika Sholat tersebut memiliki waktu tertentu. Adapun jika ia tidak terikat waktu, cukup niat Sholat saja, misalnya Sholat sunnah mutlak.

؀ Niat harus berbarengan dengan takbir. Jika niat dihadirkan sebelumnya dan tidak dihadirkan lagi saat takbir maka Sholatnya tidak sah. Alasan: karena ia rukun bukan syarat Sholat dan ini pendapat jumhur (mayoritas) Syafiiyah. Sebagian Syafiiyah berpendapat ia syarat sehingga boleh dihadirkan sebelum takbir dan ini dipilih Al-Ghozali (505 H).

Dasar dari niat adalah firman Allah:

{وَمَا أمروا إِلَّا ليعبدوا الله مُخلصين لَهُ الدّين

“Mereka tidak diperintah kecuali menyembah Allah dengan ikhlas dalam menjalankan ketaatan.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Al-Mawardi berkata: “Yang dimaksud ikhlas menurut para fuqoha adalah niat.”

Juga sabda Nabi :

إِنَّمَا الْأَعْمَال بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لكل امرىء مَا نوى

“Amal hanya bergantung niat dan masing-masing orang akan mendapatkan sesuai niatnya.” (Muttafaqun Alaih)

Dianjurkan niat menghadap qiblat dan jumlah rokaat. Seandainya ia merubah jumlah rokaat di dalam Sholat —misalnya 3 rokaat pada Sholat Ashar— maka tidak sah Sholatnya.

؀ Sah niat ada’ (Sholat yang dikerjakan pada waktunya) tertukar qodho (Sholat dikerjakan bukan pada waktunya sebagai ganti) karena keliru waktu atau lainnya. Misalnya seseorang niat qodho Sholat Zuhur karena mengira sudah masuk waktu Ashar, ternyata belum Ashar, maka sah Sholatnya. Alasannya: dua kata tersebut (ada’ dan qodho) pada asalnya memiliki arti yang sama yaitu menunaikan, seperti firman Allah:

{فَإِذا قضيتم مَنَاسِككُم{

“Jika kamu telah menunaikan manasik hajimu..” (QS. Al-Baqoroh)

Namun, jika ia melakukannya dengan sengaja (mengganti ada’ dengan qodho) padahal ia tahu maka tidak sah Sholatnya karena sama saja ia mempermainkan Sholat, sebagaimana dalam Al-Majmu.

؀ Ulama sepakat niat tempatnya di hati dan tidak sah niat dari hati yang lalai meskipun lisannya berucap niat. Niat tidak rusak meskipun lisannya berbeda dengan apa yang di dalam hatinya, misalnya ia niat Sholat Subuh ternyata lisannya berucap Ashar.

؀ Asy-Syirbini berkata: “Dianjurkan melafazhkan niat sesaat sebelum takbir untuk membantu hati dan juga karena ia bisa mengusir was-was.” (Al-Iqna, 1/334)

؀ Seandainya ada orang berkata: “Sholatlah, nanti kuberi uang.” Lalu ia Sholat karena niat ini, maka Sholatnya sah dan uangnya tidak sah, baik Sholat fardhu maupun sunnah. (Asy-Syirbini)

Tidak mengapa ia Sholat dengan niat mengharap pahala dari Allah atau takut dari siksa-Nya. Sah Sholatnya tanpa khilaf (perselisihan ulama). Fakhurrozi berkata: “Tidak sah.”

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url