Orang-orang Beriman Melihat Robb Mereka di Akhiroh
Imam Abul Hasan Al-Asy’ari berkata:
* ويقولون إن
الله سبحانه يُرى بالأبصار يوم القيامة كما يُرى القمر ليلة البدر، يراه المؤمنون ولا
يراه الكافرون لأنهم عن الله محجوبون، قال الله عز وجل: ﴿كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ﴾ وأن موسى عليه السلام سأل الله سبحانه الرؤية في الدنيا
وأن الله سبحانه تجلى للجبل فجعله دكًّا فأعلمه أنه لا يراه في الدنيا بل يراه في الآخرة
Mereka berkata bahwa Alloh ﷻ
dapat dilihat dengan mata kepala pada hari Kiamat sebagaimana bulan terlihat
pada malam purnama. Orang-orang beriman akan melihat-Nya, sedangkan orang-orang
kafir tidak akan melihat-Nya karena mereka terhalang dari Alloh. Alloh ﷻ berfirman:
“Sekali-kali tidak, sungguh mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari
(melihat) Robb mereka.” (QS. Al-Muthoffifin)
Musa ‘alaihissalam pernah meminta kepada Alloh ﷻ untuk dapat
melihat-Nya di dunia, lalu Alloh ﷻ
menampakkan diri-Nya kepada gunung yang menjadikannya hancur luluh. Dengan itu,
Alloh memberitahunya bahwa ia tidak akan dapat melihat-Nya di dunia, melainkan
akan melihat-Nya di Akhiroh.
Bahasa:
(تجلى):
Menampakkan diri, muncul.
(محجوبون):
Diberi penghalang antara mereka dan penglihatan tersebut.
(دكًّا):
Rata dengan tanah.
Penjelasan:
Dalil yang menetapkan bahwa orang-orang beriman akan melihat
Robb mereka di Akhiroh dengan mata kepala mereka bersumber dari Al-Qur’an, As-Sunnah
Nabawiyyah, dan Ijma’. Ibnu Al-Qoyyim dalam kitab Hadi Al-Arwah (hlm. 241)
berkata: “Al-Qur’an, As-Sunnah yang mutawatir, ijma’ para Shohabat, para imam
Islam, dan Ahli Hadits... telah menunjukkan bahwa Alloh ﷻ
akan dilihat pada hari Kiamat dengan mata kepala secara langsung, sebagaimana
bulan terlihat pada malam purnama saat cuaca cerah, dan sebagaimana matahari
terlihat pada tengah hari.”
Al-Hafizh ‘Abdul Ghoni Al-Maqdisi dalam aqidahnya berkata:
“Telah berijma’ seluruh ahli kebenaran dan telah bersepakat seluruh ahli tauhid
dan kejujuran bahwa Alloh akan dilihat di Akhiroh, sebagaimana yang telah
datang dalam kitab-Nya dan telah shohih riwayatnya dari Rosul-Nya.” (‘Aqidah
Al-Hafizh ‘Abdul Ghoni Al-Maqdisi, hlm. 30-31 dalam Al-Majmu’ah Al-’Ilmiyyah
As-Sa’udiyyah)
Al-Asy’ari dalam risalahnya kepada penduduk Ats-Tsaghr (hlm.
76) berkata: “Mereka bersepakat bahwa orang-orang beriman akan melihat Alloh ﷻ pada hari Kiamat
dengan mata wajah mereka, sesuai dengan apa yang Dia kabarkan.”
Saya katakan: Demikian pula yang ditegaskan sebagai aqidah
Ahli Hadits mengenai ru’yah (melihat Alloh) oleh Al-Hafizh Abu Bakr
Al-Isma’ili dalam kitabnya I’tiqod A’immah Ahlil Hadits (hlm. 62-63): “Mereka
meyakini bolehnya ru’yah bagi para hamba yang bertaqwa kepada Alloh ﷻ di hari Kiamat, bukan
di dunia. Wajibnya ru’yah bagi orang yang Alloh jadikan hal itu sebagai
pahala baginya di Akhiroh, sebagaimana firman-Nya:
﴿وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ - إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ﴾
‘Wajah-wajah (orang-orang Mu’min) pada hari itu berseri-seri.
Kepada Robb-nyalah mereka melihat.’ (QS. Al-Qiyamah)
Dia berfirman tentang orang-orang kafir:
﴿كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ﴾
‘Sekali-kali tidak, sungguh mereka pada hari itu benar-benar
terhalang dari (melihat) Robb mereka.’ (QS. Al-Muthoffifin)
Seandainya seluruh orang beriman dan seluruh orang kafir
sama-sama tidak melihat-Nya, niscaya mereka semua terhalang dari-Nya. Ini (diyakini)
tanpa meyakini adanya penjasmanian (tajsim) pada Alloh ﷻ
atau pembatasan (tahdid) bagi-Nya, melainkan mereka akan melihat-Nya jalla
wa ‘azza dengan mata mereka sesuai dengan apa yang Dia kehendaki, tanpa
bertanya bagaimana caranya (bila kaif).”
Demikian pula Ash-Shobuni dalam ‘Aqidatus Salaf Ashabil
Hadits (hlm. 65-66), di mana beliau berkata: “Ahli Sunnah bersaksi bahwa
orang-orang beriman akan melihat Robb mereka – tabaroka wa ta’ala – pada
hari Kiamat dengan mata kepala mereka dan memandang kepada-Nya, sesuai dengan
riwayat shohih dari Rosululloh ﷺ dalam sabdanya: ‘Sungguh kalian akan
melihat Robb kalian sebagaimana kalian melihat bulan pada malam purnama.’ (Muttafaq ‘alaih)
Penyerupaan dalam hadits ini adalah penyerupaan antara cara
melihat dengan cara melihat, bukan antara yang dilihat (Alloh) dengan yang
dilihat (bulan). Hadits-hadits mengenai ru’yah telah dicantumkan dalam
kitab Al-Intishor dengan berbagai jalurnya.”
Peringatan: Sungguh kaum Asy’ariyyah dan Maturidiyyah
seolah-olah menetapkan ru’yah Alloh, tetapi mereka menetapkan
syarat-syarat yang menjadikannya mustahil. Oleh karena itu, para cendekiawan
mereka berkata: “Tidak ada perbedaan antara kami dan kaum Mu’tazilah dalam
masalah ru’yah. Bahkan, kita semua meyakini ru’yah ‘ilmiyyah
(penglihatan dengan ilmu/pengetahuan), bukan ru’yah bashoriyyah
(penglihatan dengan mata kepala).” Karena itulah mereka mengatakan bolehnya
seorang buta di negeri Cina melihat seekor nyamuk di Andalusia. Tidak diragukan
lagi bahwa penglihatan seorang buta di Cina terhadap seekor nyamuk di Andalusia
adalah penglihatan dengan ilmu, dan sama sekali bukan penglihatan dengan mata
kepala.
Ringkasan:
Ahli Sunnah meyakini bahwa orang-orang beriman akan melihat
Alloh Ta’ala di Akhiroh dengan mata kepala mereka, sebuah penglihatan
hakiki di mana mereka tidak akan berdesak-desakan dalam melihat-Nya. Ini
bukanlah penglihatan dengan ilmu sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli
bid’ah.
Diskusi:
S1: Bagaimana sikap Ahli Sunnah terhadap masalah ru’yah
(melihat Alloh) di Akhiroh?
S2: Sebutkan satu dalil dari Al-Qur’an dan satu dari As-Sunnah
tentang penetapan ru’yah di Akhiroh!
S3: Sebutkan madz-hab Asy’ariyyah dan Maturidiyyah dalam
masalah ru’yah!
[Pandangan Mereka Mengenai Pelaku
Dosa Besar]
Imam Abul Hasan Al-Asy’ari berkata:
* ولا يكفِّرون
أحدا من أهل القبلة بذنب يرتكبه كنحو الزنا والسرقة وما أشبه ذلك من الكبائر، ومعهم
بما هم من الإيمان مؤمنون وإن ارتكبوا الكبائر
Mereka tidak mengafirkan seorang pun dari ahli qiblat karena
dosa yang dilakukannya, seperti zina, mencuri, dan dosa-dosa besar sejenisnya.
Selama mereka masih memiliki keimanan, mereka tetaplah orang-orang Mu’min,
meskipun mereka melakukan dosa-dosa besar.
Bahasa:
(ولا يكفِّرون):
Artinya, mereka tidak menghukumi sebagai kafir.
(الكبائر):
Dosa-dosa yang diancam dengan laknat atau siksaan yang keras.
Penjelasan:
Dalil yang menetapkan bahwa dosa besar tidak mengeluarkan
pelakunya dari keimanan bersumber dari Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Ijma’. Alloh Ta’ala
berfirman:
﴿إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ
مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا
عَظِيمًا﴾
“Sungguh Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Siapa yang mempersekutukan Alloh, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa)
Al-Asy’ari berkata: “Mereka bersepakat bahwa seorang Mu’min
yang beriman kepada Alloh Ta’ala dan semua yang dibawa oleh Nabi ﷺ, imannya tidak akan hilang karena perbuatan maksiat apa pun,
dan imannya tidak akan gugur kecuali karena kekafiran. bahwa para pelaku
maksiat dari kalangan ahli qiblat tetap diperintahkan untuk menjalankan seluruh
syariat dan tidak keluar dari keimanan.” (Risalah Ats-Tsaghr, hlm. 94)
Inilah yang ditegaskan oleh Al-Hafizh Abu Bakr Al-Isma’ili
dalam I’tiqod A’immah Ahlil Hadits (hlm. 64), di mana beliau berkata: “Mereka
berkata bahwa tidak ada seorang pun dari ahli tauhid dan orang yang Sholat
menghadap qiblat kaum Muslimin, jika ia melakukan satu dosa atau banyak dosa,
baik kecil maupun besar, selama ia tetap berpegang pada tauhid kepada Alloh dan
mengakui apa yang telah ia terima dari Alloh, maka ia tidak menjadi kafir
karenanya. Mereka berharap ampunan untuknya. Alloh Ta’ala berfirman:
﴿وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ﴾
‘...dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik)
itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.’ (QS. An-Nisa).”
Demikian pula Syaikhul Islam Abu ‘Utsman Ash-Shobuni dalam
kitabnya ‘Aqidatus Salaf Ashabil Hadits (hlm. 71-72) berkata: “Ahli
Sunnah meyakini bahwa seorang Mu’min, meskipun ia melakukan banyak dosa, baik
kecil maupun besar, ia tidak menjadi kafir karenanya. Jika ia meninggal dunia
tanpa bertaubat darinya, namun mati di atas tauhid dan keikhlasan, maka
urusannya diserahkan kepada Alloh ﷻ.
Jika Dia berkehendak, Dia akan memaafkannya dan memasukkannya ke dalam Jannah
pada hari Kiamat dengan selamat dan beruntung, tanpa diuji dengan api Naar dan
tanpa dihukum atas dosa-dosa yang dilakukannya. jika Dia berkehendak, Dia akan
menghukumnya dan menyiksanya untuk sementara waktu dengan adzab api Naar. Jika Dia
menyiksanya, Dia tidak akan mengekalkannya di dalamnya, melainkan akan
membebaskannya dan mengeluarkannya menuju keni’matan negeri yang abadi.”
Ringkasan:
Ahli Sunnah tidak menghukumi pelaku dosa besar sebagai
kafir. Sebaliknya, ia adalah seorang Muslim yang fasik. Mereka tidak
mengafirkan seseorang karena dosa selama ia tidak menghalalkannya. Mereka
berkata bahwa pelaku dosa besar berada di bawah kehendak Alloh pada hari
Kiamat; jika Alloh mau, Dia akan memaafkannya, dan jika Dia mau, Dia akan
menyiksanya.
Diskusi:
S1: Definisikan apa itu dosa besar!
S2: Apa pandangan Ahli Sunnah mengenai pelaku dosa besar?
S3: Apa hukum bagi pelaku dosa besar yang meninggal tanpa
bertaubat?