Cari Artikel

Mempersiapkan...

2 Bukti Besar, Teror Bukan dari Islam

Teror adalah tindakan menakuti dan membahayakan orang lain, baik pada badan, jiwa, maupun harta.

Teror bukanlah ajaran Islam. Islam mengajarkan perdamaian dan keselamatan pada masyarakat, bahkan kepada binatang sekalipun.

Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang siapa saja memberi bahaya maupun memberi ketakutan kepada orang lain, sebagaimana sabda beliau:

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.” (Shohih: HR. Ibnu Majah)

A) Islam Menyikapi Binatang

Islam melarang membunuh binatang. Diriwayatkan dari Ibnu Umar Rodhiyallahu ‘Anhu, Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Seorang wanita disiksa karena seekor kucing yang dikurungnya hingga mati, lalu dia pun masuk Neraka. Dia tidak memberi makan dan minum saat mengurungnya, tidak pula membiarkannya lepas untuk makan makanan di bumi.” (HR. Al-Bukhori no. 3482 dan Muslim no. 2242)

Jika memang membunuh maka membunuh dengan baik, seperti membunuh kalajengking tidak boleh menyiksanya dengan membakarnya atau mutilasi; seperti menyembih kambing maka tidak boleh menguliti hidup-hidup dan tanpa menajamkan pisaunya.

Dari Abu Ya’la Syaddad bin Aus Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah mewajibkan untuk berbuat baik atas segala sesuatu. Maka, apabila kalian membunuh maka membunuhlah dengan cara yang baik, dan apabila kalian menyembelih menyembelilah dengan baik pula. Hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya dan mempermudah penyembelihan.” (HR. Muslim no. 1955)

Analoginya, jika Islam mengancam dan melarang membunuh binatang, tentu larangan membunuh manusia lebih ditekankan lagi.

B. Islam Menyikapi Manusia

Tindakan bom mengakibatkan hilangnya nyawa dari kalangan Muslim dan non-Muslim. Bagaimana Islam dalam menyikapi darah kaum Muslimin? Islam melarang membunuh orang Islam kecuali karena tiga hal: yaitu (1) dia membunuh, (2) dia berzina setelah menikah, (3) dia murtad.

Yang berhak melakukan eksekusi adalah pihak yang ditunjuk resmi pemerintah, bukan setiap orang. Jika pemerintah tidak melaksanakannya, maka orang Islam lainnya tidak boleh mendahului karena akan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar. Pemerintah akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.

Dari Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Tidak halal darah seorang Muslim kecuali karena salah satu dari tiga hal: orang yang berzina padahal sudah menikah, membunuh jiwa, dan orang yang meninggalkan agamanya lagi memisahkan diri dari jamaah.” (HR. Al-Bukhori no. 6878 dan Muslim no. 1676)

Setiap yang mengucapkan syahadat dan melakukan dosa besar maka ia tidak boleh dibunuh. Dari Ibnu Umar bahwa Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersyahadat la ilaha illallah dan muhammadur Rosulullah, menegakkan shalat, dan membayar zakat. Jika mereka melaksanakan hal tersebut, maka mereka telah memelihara harta dan darah mereka dariku kecuali dengan hak Islam, dan hisab mereka diserahkan kepada Allah Ta’ala.” (HR. Al-Bukhori no. 25 dan Muslim no. 22)

Jika membunuh kucing memasukkan ke Neraka, maka membunuh orang beriman baik polisi, pejabat, guru, petani, dan lainnya adalah Jahanam. Allah berfirman:

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahanam, ia berdiamm lama di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa [4]: 93)

Allah telah memuliakan darah kaum Muslimin sehingga tidak boleh ditumpahkan sebagaimana memuliakan hari Arofah, bulan Dzulhijjah, dan tanah Harom Makkah. Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam berkhutbah saat Haji Wada di hadapan ratusan ribu kaum Muslimin dan memberi wasiat kepada mereka:

“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, kehormatan kalian, adalah harom di antara kalian, seperti haromnya hari kalian ini, di bulan ini, di negeri ini. Yang hadir untuk memberitahu yang tidak hadir.” (HR. Al-Bukhori no. 67)

Adapun non-Muslim, apakah boleh dibunuh? Tindakan bom bukan dari ajaran Islam meskipun yang dibom adalah orang kafir, sebab kafir dzimmi tidak boleh dibunuh dan ancaman bagi pembunuhnya tidak mencium aroma Surga.

Islam membagi orang kafir menjadi 4 macam, yaitu kafir harbi, dzimmi, musta’man, dan mu’ahad.

Kafir harbi adalah orang kafir yang memerangi Islam atau terang-terangan memusuhi Islam. Orang kafir inilah yang diperbolehkan dibunuh. Adapun tiga sisanya, tidak boleh dibunuh. Kafir harbi inilah yang dimaksud firman Allah:

Bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. (QS. At-Taubah [9]:5)

Memerangi kafir harbi adalah di masa perang dan di medan perang, adapun di negeri Indonesia ini maka orang-orang kafir masuk kategori kafir dzimmi dan mua’ahad yang tidak boleh dibunuh.

Kafir dzimmi adalah orang kafir yang tinggal di negeri kaum Muslimin dengan membayar pajak sehingga ia mendapatkan jaminan keamanan di sana, dan wajib baginya menerapkan aturan-aturan negeri kaum Muslimin, meskipun ia sendiri masih non-Muslim. Contoh untuk sekarang adalah orang-orang kafir yang menjadi WNI (warga negara Indonesia). Kafir ini tidak boleh dibunuh, dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharomkan apa yang telah diharomkan oleh Allah dan Rosul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai (kecuali) mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk (syariat Islam di negeri kaum Muslimin).” (QS. At-Taubah [9]: 29)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Rodhiyallahu ‘Anhuma, Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau Surga. Padahal sesungguhnya bau Surga itu tercium dari perjalanan 70 tahun. ” (HR. An-Nasa’i no. 4749 dan dishohihkan Syaikh Al-Albani)

Kafir mu’ahad adalah orang kafir yang terikat perjanjian damai dengan kaum Muslimin. Mereka tidak boleh dibunuh hingga jatuh tempo.  Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

Barangsiapa yang membunuh kafir mu’ahad, maka dia tidak akan mencium bau Surga. Padahal bau Surga itu telah didapati dalam perjalanan 40 tahun.” (HR. Al-Bukhori no. 3166)

Kafir musta’man adalah orang kafir yang meminta perlindungan atau jaminan keamanan kepada penguasa kaum Muslimin atau seorang Muslim lalu diterima maka ia tidak boleh dibunuh. Kafir musta’man bisa berupa pedagang, utusan, orang yang ingin mempelajari Islam, ataupun semisalnya. Contoh sekarang seperti mahasiswa asing, wisatawan asing, dan semisalnya karena mereka telah mendapatkan jaminan dan izin tinggal sementara di negeri kaum Muslimin dengan bukti paspor atau visa. Allah berfirman:

Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At Taubah: 6)

Semoga Allah memberi petunjuk kepada para pemuda Muslim untuk menekuni agamanya, dan semoga Allah menjaga kita semua dari bentuk teror apapun. Amin.[]

 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url