Mewaspadai Syirik Kecil di Sekitar Kita
Syirik kecil adalah setiap pelantara (wasilah) yang menghantarkan kepada
Syirik besar yang tidak sampai ke derajat ibadah baik berupa keinginan, ucapan,
maupun perbuatan. Atau setiap yang disebut dalam syariat (Al-Qur’an dan
As-Sunnah) dengan Syirik tetapi tidak sampai ke derajat Syirik besar. Akan tetapi
Syirik kecil kadang menjadi Syirik besar sesuai dengan keyakinan pelaku.
Dari Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma,
tentang firman Allah:
“Janganlah kalian membuat tandingan-tandingan bagi Allah.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 22)
Ia menjelaskan, “Tandingan adalah Syirik (kecil),
ia lebih samar daripada semut kecil di atas batu hitam di kegelapan malam. Ia
adalah ucapan: Demi Allah dan demi hidupmu dan demi hidupku,
wahai fulanah; ucapan: andai bukan karena anjing tentu pencuri mendatangi kami,
andai bukan karena ada hewan di rumah pasti pencuri datang; begitu juga ucapan
seseorang kepada saudaranya: atas kehendak Allah dan kehendakmu; ucapan:
andai bukan Allah dan fulan. Jangan lakukan ini, karena semua ini adalah
Syirik.” (Shohih: HR. Ibnu Abi Hatim no. 229 dalam At-Tafsir. Dishohihkan Syaikh Al-Albani)
Karena saking samarnya Syirik jenis ini, banyak
yang terjatuh tanpa disadari. Mereka diperintahkan untuk banyak berdoa kaffarot
di bawah ini.
Dari Ma’qil bin Yasar, dia berkata: aku pergi
bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq Rodhiyallahu ‘Anhu kepada Nabi Shollallahu
‘Alaihi wa Sallam lalu beliau bersabda, “Wahai
Abu Bakar, sungguh Syirik di tengah kalian itu lebih samar daripada semut
kecil.” Abu Bakar berkata, “Bukankah Syirik itu hanyalah seseorang yang
menjadikan tuhan lain bersama Allah?” Jawab Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa
Sallam, “Demi Dzat yang jiwaku ada di
tangan-Nya, sungguh Syirik itu lebih samar daripada semut kecil. Maukah kamu
kutunjukkan sesuatu jika kamu ucapkan maka ia akan hilang darimu, sedikit
maupun banyak?” Beliau melanjutkan, “Bacalah:
‘Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat Syirik yang aku ketahui
dan memohon ampun kepadamu terhadap Syirik yang tidak aku ketahui.” (Shohih: HR. Al-Bukhori no. 716 dalam Al-Adabul Mufrod)
Jenis Syirik kecil yang nampak ada yang berkaitan
dengan ucapan, dan ada pula yang berkaitan perbuatan.
Syirik Kecil
dalam Lafazh
Contoh dalam lafazh: bersumpah dengan
selain Allah, ucapan: kami dihujani karena bintang, ucapan: kehendak Allah dan
kehendakmu, andai bukan karena Allah dan karenamu, ini dari Allah dan
darimu, ini dari berkah Allah dan berkahmu, dan semisalnya.
Yang benar adalah ucapan: kehendak Allah semata
atau andai bukan karena Allah kemudian kamu atau Allah menyembuhkanku
lewatmu (dokter), dan yang semisalnya. Ungkapan pertama lebih utama daripada
kedua dan ketiga.
Tentang bersumpah, diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mendengar
seseorang bersumpah, “Tidak, demi Ka’bah,” lalu Ibnu Umar berkata, “Kamu jangan
bersumpah dengan selain Allah. Sungguh aku pernah mendengar Rosulullah Shollallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Siapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka dia melakukan kufur atau
Syirik.” (Shohih: HR. At-Tirmidzi no. 1535)
Namun, jika dia meyakini bahwa makhluk yang dia
sumpah dengannya lebih mulia di sisinya daripada Allah, sehingga dia begitu
merendah dan mengagungkannya seperti mengagungkan Allah atau lebih besar lagi,
maka Syirik ini menjadi Syirik besar.
Tentang dihujani bintang, Allah berfirman:
“Kamu (mengganti)
rezeki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah).” (QS. Al-Waqi’ah [56]: 82)
Yakni, mereka diberi nikmat dan rezeki Allah
berupa hujan, tetapi dengan itu justru mereka mendustakan Allah, karena
beranggapan yang menurunkannya adalah bintang.
Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani Rodhiyallahu
‘Anhu, ia berkata: Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam sholat
Shubuh mengimami kami di Hudaibiyah di tanah basah karena bekas hujan di malam
harinya. Ketika usai sholat, beliau menghadap makmum dan bersabda, “Apakah kalian tahu apa yang difirmankan Rob
kalian?” Jawab mereka, “Allah dan Rosul-Nya lebih tahu.” Beliau bersada:
“Hamba-hambaku di pagi hari ada yang beriman kepadaku dan ada yang kafir.
Adapun orang yang berkata, ‘Kita diberi hujan karena karunia Allah dan rohmat-Nya,’
maka ia beriman kepadaku dan kafir kepada bintang-bintang. Adapun orang yang
berkata, ‘Kami diberi hujan oleh bintang ini dan itu,’ maka ia beriman kepada
bintang-bintang dan kafir kepada-Ku.’” (HR. Al-Bukhori no.
4147 dan Muslim no. 71)
Namun, jika dia meyakini bahwa yang menurunkan
hujan bukan Allah, tetapi murni bintang-bintang, maka ia musyrik lagi kafir
karena menyekutukan Allah dalam Rububiyah-Nya (mengatur alam semesta). Adapun
jika dia meyakini yang menurunkan Allah tetapi dengan sebab bintang maka ini
haram, bukan Syirik besar, dan ucapannya tidak berfaidah, karena Allah tidak
menjadikan bintang sebagai sebab turunnya hujan.
Tentang ucapan dan, diriwayatkan dari
Qutailah seorang wanita dari Juhainah, ia berkata:
“Seorang Yahudi datang kepada Rosulullah Shollallahu
‘Alaihi wa Sallam, lalu berkata: ‘Kalian telah melakukan perbuatan Syirik,
kalian mengucapkan: ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu’ dan mengucapkan: ‘Demi Ka’bah.’” Maka Rosulullah Shollallahu
‘Alaihi wa Sallam memerintahkan para Sahabat apabila hendak bersumpah
supaya mengucapkan: ‘Demi Rob Pemilik ka’bah,’ dan mengucapkan: ‘Atas kehendak
Allah kemudian atas kehendakmu.’” (Shohih: HR. An-Nasa'i no.
3773)
Dari Ibnu
Abbas RAHUMA, ada seorang lelaki berkata kepada Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa
Sallam, “Atas kehendak Allah dan kehendakmu.” Beliau bersabda:
“Apakah kamu kau hendak menjadikan tandingan bagi Allah?! Atas kehendak
Allah semata.” (Shohih: HR. Al-Bukhori no. 783 dalam Al-Adabul Mufrod)
Dari Hudzaifah Rodhiyallahu ‘Anhu, dari
Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda:
“Jangan ucapkan: atas kehendak Allah dan kehendak fulan, tetapi
ucapkanlah: atas kehendak Allah kemudian kehendak fulan.” (Shohih: HR. Abu Dawud no. 4980)
Dari Hudzaifah Ibnul Yaman Rodhiyallahu ‘Anhu,
bahwa ada seorang lelaki dari kaum Muslimin yang bermimpi bertemu seorang dari
ahli kitab lalu dia berkata, ‘Kaum terbaik adalah kalian jika kalian tidak
berbuat Syirik, kalian berucap: atas kehendak Allah dan kehendak Muhammad!’ Dia
pun menceritakan mimpinya ke Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu
beliau bersabda:
“Demi Allah, aku benar-benar lebih tahu hal itu, ucapkanlah: atas
kehendak Allah kemudian kehendak Muhammad.” (Shohih: HR. Ibnu Majah no. 2118)
Kata wawu (dan) menunjukkan
kesamaan hukum sementara kata tsumma
(kemudian) menunjukkan urutan. Artinya, dilarangnya penggunaan wawu karena di sana ada penyamaan
kehendak Allah dengan lainnya. Sementara tsumma,
menunjukkan kehendak manusia di bawah kendali kehendak Allah.
Syirik Kecil
Pada Perbuatan
Contoh dalam perbuatan: memakai gelang dan
benang untuk menghilangkan bala atau mencegahnya, memakai tamimah karena takut
ain atau jin. Namun, jika dia meyakini bahwa yang menghilangkan bala dan
mencegahnya adalah benda-benda tersebut, maka ini Syirik besar. Jika dia
meyakini hanya Allah semata yang menghilangkan bala dan mencegahnya namun
meyakini bahwa benda-benda tersebut sebagai sebab yang menghilangkan bala dan
mencegahnya, maka ini Syirik kecil dan perbuatannya sia-sia. Disebut sia-sia
karena tidak ada faidahnya dari dua sisi: syar’i dan qodari. Dari sisi syar’i,
jelas syariat justru melarangnya dengan keras dan sesuatu yang Allah larang
pasti tidak ada faidahnya. Dari sisi qodari, syariat tidak menjelaskan bahwa
benda-benda itu mujarab dalam pengobatan atau menghilangkan bala dan
mencegahnya. Jika benda tersebut terbukti secara penelitian yang bisa
dipertanggung-jawabkan maka tidak mengapa seperti obat kimia dan semisalnya.
Semua benda mati dan orang mati tidak bisa
menghilangkan bahaya dan mencegahnya. Allah berfirman:
“Katakanlah: ‘Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru
selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudaratan kepadaku, apakah
berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudaratan itu, atau jika Allah
hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku.’ KepadaNya lah bertawakal orang-orang yang
berserah diri.” (QS. Az-Zumar [39]: 38)
Dari Uqbah bin Amir Rodhiyallahu ‘Anhu, Rosulullah
Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah maka Allah tidak akan
mengabulkan keinginannya, dan barangsiapa yang menggantungkan wada’ah
maka Allah tidak akan memberikan ketenangan kepadanya” (Shohih: HR. Ahmad no. 17404)
Dalam riwayat yang lain Rosul Shollallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa
yang menggantungkan tamimah maka ia telah berbuat kesyirikan.” (Shohih: HR. Ahmad no. 17422)
Dari Abu Basyir Al-Anshari Rodhiyallahu ‘Anhu
bahwa dia pernah bersama Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam
suatu perjalanan, lalu beliau mengutus seorang utusan untuk menyampaikan pesan:
“Benar-benar tidak boleh di leher unta
kalung dari tali busur panah, atau kalung
apapun kecuali harus diputus.” (HR. Al-Bukhori no. 3005 dan
Muslim no. 2115)
Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu
‘Anhu menuturkan: aku telah mendengar Rosulullah Shollallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya ruqyah (jampi-jampi), tamimah (jimat) dan tiwalah (rajah)
adalah Syirik.” (Shohih: HR. Abu Dawud no. 3883)
Tamimah adalah sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak untuk menangkal dan
menolak penyakit ‘ain. Jika yang dikalungkan itu berasal dari ayat-ayat
Al-Qur’an, sebagian ulama Salaf memberikan keringanan dalam hal ini; dan sebagian
yang lain tidak memperbolehkan dan melarangnya, di antaranya Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu
‘Anhu.
Ruqyah yaitu: yang
disebut juga dengan istilah Ajimat.
Ini diperbolehkan apabila penggunaannya bersih dari hal-hal Syirik, karena Rosulullah
Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memberikan keringanan dalam hal
ruqyah ini untuk mengobati ‘ain atau sengatan kalajengking.
Tiwalah adalah sesuatu
yang dibuat dengan anggapan bahwa hal tersebut dapat menjadikan seorang istri
mencintai suaminya, atau seorang suami mencintai istrinya.
Semua yang disebutkan ini bisa menjadi Syirik besar
jika menyakini bahwa benda tersebut yang menghilangkan bala dan menolaknya,
bukan Allah. Namun, jika meyakini benda-benda tersebut hanya pelantara, maka ia
Syirik kecil dan dosa besar dari yang besar. Perbuatan orang tersebut sia-sia,
karena benda-benda tersebut secara syariat, dilarang Allah, dan secara medis
bukanlah obat.
Allahu a’lam.[]