Cari Artikel

Mempersiapkan...

7 Amalan Jadikan Puasa Tanpa Pahala

Tujuan utama Allah mewajibkan berpuasa adalah agar menjadi pribadi yang bertaqwa.

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagi kalian berpuasa, sebagaimana dulu telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqoroh: 183)

Ada dua makna terkait bertaqwa ini, yaitu: (1) puasa akan membantu seseorang menjadi bertaqwa, dan (2) pahala puasa akan berkurang jika anggota badan tidak bertaqwa. Dua hal ini saling berkaitan.

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa suatu ketika Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam naik mimbar dan beliau membaca Amin tiga kali. Para Sohabat bertanya, apa yang menyebabkan beliau membaca amin tiga kali. Kemudian beliau bersabda:

رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَانْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ

“Rugi seseorang yang memasuki Romadhon lalu Romadhon berlalu darinya sementara dosanya tidak diampuni.” (Shohih: HR. Ahmad no. 7451 dan lain-lain)

Doa ini diucapkan oleh Malaikat terbaik, yaitu Jibril, dan diaminkan oleh manusia terbaik, Rosulullah Muhammad Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam. Betapa mustajabnya doa ini.

Puasa di bulan Romadhon tentunya banyak godaan. Namun di sinilah keimanan seseorang diuji. Puasa tak cuma menahan dari hal-hal yang membatalkan saja. Jauh dari itu puasa melatih diri agar menjadi pribadi yang lebih bertaqwa. Karena itu, ada hal-hal yang menjadi pembatal puasa yang menjadi ujian yang secara tak sadar dialami oleh setiap Muslim yang berpuasa.

Jika seseorang memenuhi syarat dan rukun berpuasa maka sah puasanya. Syarat wajib puasa ada 4, yaitu: [1] Muslim, [2] baligh, [3] berakal, dan [4] mampu berpuasa.” (At-Tahdzib fil Adillah hal. 102 oleh Dr. Musthofa Al-Bugho)

Sementar Fardhu (rukun) puasa ada 4, yaitu [1] niat, [2] menahan diri dari makan-minum, [3] dari jima’, dan [4] dari sengaja muntah.” (At-Tahdzib fil Adillah hal. 103 oleh Dr. Musthafa Al-Bugho)

Jika ia sudah memenuhi syarat dan rukun di atas maka puasanya sah. Akan tetapi belum tentu ia mendapatkan pahala.

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

«رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ»

“Betapa banyak orang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan balasan dari puasanya selain rasa lapar saja. Betapa banyak orang yang Tarowih tetapi ia tidak mendapatkan balasan Tarowihnya selain begadang saja.” (HR. Ibnu Majah no. 1690 dengan sanad shohih).

Berikut beberapa perkara yang menjadi pembatal ataupun merusak pahala puasa.

1. Berkata Keji dan Kotor

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ

“Apabila salah seorang berpuasa, maka jangan mengucapkan ucapan rofats.” (HR. Al-Bukhori no. 1904)

Pengertian rofats dimaknai berbeda oleh ulama. Namun sebagian besar ulama merujuk pada makna luas yakni kata-kata keji, kotor, jelek.

2. Ucapan Dosa

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

«مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ»

“Siapa yang tidak meninggalkan ucapan dosa dan perbuatan dosa, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Al-Bukhori no. 1903)

Lihatlah bagaimana Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam memperingatkan dengan “Allah tidak membutuhkan amalannya”. Betapa disayangkan seorang yang telah berletih-letih menjalankan puasa, namun ia tak mendapatkan apa-apa karena melisankan ucapan dusta.

Qoul zūr adalah ucapan dosa termasuk dusta dan ghibah. Ghibah adalah membicarakan keburukan (aib) seseorang dan aib itu benar adanya. Aib adalah segala perkara yang dibenci jika orang lain mendengarnya, baik pada fisik, kemiskinan, keluarga, dan agama.

3. Melakukan Zūr

Dari hadits di atas juga diketahui bahwa perusak pahala puasa tak hanya ucapan dusta secara lisan, namun juga pengamalannya atau konsekuensi dari perkataan dusta tersebut. Biasanya hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari qouluz-zur. Mengingat bahwasanya sekali seseorang berdusta, akan banyak kedustaan lain yang mengikutinya.

4. Bersikap Bodoh

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ

“Puasa adalah tameng, maka jangan bertindak bodoh.” (HR. Al-Bukhori no. 1894)

Yakni semestinya puasa itu adalah tameng dari makan dan minum yang asalnya mubah. Jika yang mubah saja dilarang ketika puasa, semestinya bertindak bodoh lebih dilarang lagi.

Amal kebodohan juga disebut Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai perusak pahala puasa. Hal ini juga disebutkan dalam Fathul Bari sebagai perkara pembatal pahala puasa. Segala perkara bodoh yang tak ada ilmunya dalam syariat, maka akan mengurangi pahala puasa.

5. Berkata Sia-sia (Laghwu)

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya puasa itu bukan menahan dari makan dan minum saja, puasa yang sebenarnya adalah menahan dari laghwu (ucapan sia-sia) dan rofats (ucapan kotor).” (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim)

 

Tak hanya ucapan sia-sa, perbuatan sia-sia pun dapat merusak pahala puasa. Sia-sia di sini yakni sesuatu yang tak punya nilai ataupun manfaat. Jadi, tahanlah diri dari segala hal yang tak bermanfaat baik ucapan maupun perbuatan agar tak merusak pahala puasa yang sangat besar.

6. Adu Mulut atau Mencaci

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Nabi Muhammad Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ

“Jika ada yang mengajak mencaci (bertengkar mulut), maka katakan saja, ‘Saya sedang berpuasa.’” (HR. Al-Bukhori no. 1904)

7. Ribut atau Bertikai

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَصْخَبْ

“Jika seorang dari kalian berpuasa, maka jangan melakukan shokhb.” (HR. Al-Bukhori no. 1904)

Dalam Lisānul Arōb, shakh-khōb atau shokhb bermakna bersuara keras dan ribut karena adanya pertikaian. Dalam Mukhtashor Shohīh Al-Bukhōrī juga disebutkan makna hadits tersebut yaitu jangan bersuara keras atau berteriak, dan jangan melakukan pertikaian.

Allahu a’lam.[]

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url