Amalan Terbaik di 10 Awal Dzulhijjah
Membaca doa masuk awal bulan
Dianjurkan membaca doa
setiap kali masuk bulan baru hijriyah. Tujuannya meminta taufik (pertolongan)
untuk mengisinya dalam kebaikan.
Dari Tholhah bin
Ubaidillah, ia berkata: apabila melihat hilal[1], Nabi ? membaca:
«اللَّهُمَّ أَهْلِلْهُ عَلَيْنَا بِاليُمْنِ وَالإِيمَانِ وَالسَّلَامَةِ
وَالإِسْلَامِ، رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ»
“Ya Allah, masukkanlah
kami ke bulan baru ini dengan aman dan iman, dan dengan selamat dan Islam. Rob
(Penciptaku) dan Rob-mu (hai bulan) adalah Allah.”[2]
Kapan dibaca? Saat
melihat hilal, dan jika tidak memungkinkan adalah ketika mendengar hasil sidang
itsbat pemerintah tentang penetapan 1 Dzulhijjah. Jika lupa atau telat
mengetahuinya, maka ia membaca kapan saja ia ingat dan tahu. Allahu a’lam.
Puasa sunnah terutama Arofah
Dianjurkan puasa 9 hari
dari tanggal 1 sampai 9 Dzulhijjah, berdasarkan hadits shohih
Dari Abu Sa’id Al-Khudri,
ia berkata: aku mendengar Nabi ? bersabda:
«مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ؛
بَعَّدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا»
“Siapa yang berpuasa
sehari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari api Neraka
sejarak 70 tahun.”[3]
Dari sebagian istri Nabi ?, ia berkata:
«كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ ? يَصُومُ تِسْعَ ذِي الْحِجَّةِ، وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَثَلَاثَةَ
أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ»
“Rosulullah ? berpuasa pada 9 hari Dzulhijjah, hari
Asyuro, tiga hari dalam sebulan.”[4]
Hadits ini
diperselisihkan keabsahannya. Yang menilai shohih hadits ini adalah Syaikh
Al-Albani, dan yang menilainya lemah adalah Syu’aib Al-Arnauth, Ahmad Syakir,
As-Suyuthi, dan lain-lain. Di samping itu hadits ini bertentangan dengan hadits
Muslim dari Aisyah yang berkata: “Aku
tidak pernah melihat Rosulullah ? puasa 10 awal Dzulhijjah sama sekali.”[5]
Sebagian ulama mencoba menggabungkan
2 hadits ini:
1.
Nabi ?
meninggalkan puasa 9 hari Dzulhijjah karena khawatir diwajibkan. Ketika beliau
wafat, maka tidak ada kekhawatiran lagi.
2.
Peniadaan Aisyah tidak berarati Nabi ? tidak puasa sama sekali, karena itu yang dilihat Aisyah di
rumahnya. Adapun di rumah istrinya yang lain mungkin berpuasa.
3.
Mungkin maksud Aisyah tidak puasa penuh 9 hari, tetapi sebagian hari saja.
Pendapat ini lebih diamalkan.
Maka setiap orang melihat
diri masing-masing, pintu-pintu amal sholih ada banyak, dan hendaknya ia
memilih mana yang mudah baginya. Yang penting jangan sampai kelewatan puasa
Arofah pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Dari Abu Qotadah,
Rosulullah ?
bersabda:
«صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ، أَحْتَسِبُ عَلَى
اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ، وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ»
“Aku berharap kepada
Allah bahwa puasa Arofah menghapus
dosa-dosa setahun sebelumnya dan setahun setelahnya.”[6]
Sebagian
ulama memandang dosa kecil saja, dan pendapat lain berpandangan dosa besar
juga, tentunya sesuai kualitas puasanya dan apa yang dikerjakan saat puasanya
tersebut.
Allah
berfirman:
وَالْفَجْرِ
* وَلَيَالٍ عَشْرٍ * وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ
“Demi
fajar, demi 10 malam, demi yang genal, demi yang ganjil.” (QS. Al-Fajr: 1-3)
Ath-Thobari
meriwayatkan dengan sanad shohih dari Mujahid bahwa makna 10 malam adalah 10
malam Dzulhijjah.
Dari
Jabir bin Abdillah, Rosulullah ? bersabda:
«إِنَّ الْعَشْرَ: عَشْرُ الْأَضْحَى، وَالْوَتْرَ: يَوْمُ
عَرَفَةَ، وَالشَّفْعَ: يَوْمُ النَّحْرِ»
“Maksud
sepuluh adalah 10 Dzulhijjah, yang ganjil adalah hari Arofah (9 Dzulhijjah),
dan yang genap adalah hari Qurban (10 Dzulhijjah).”[7]
Dipilihnya
10 Dzulhijjah dalam sumpah menunjukkan keutamaan hari-hari ini atas selainnya,
karena Allah tidak bersumpah melainkan dengan sesuatu yang sangat mulia dan
utama.
Amal
yang paling besar dikerjakan adalah pada 10 Dzulhijjah ini. Puasa sunnah
terbaik adalah jika dikerjakan pada 10 ini. Sholat terbaik adalah jika
dikerjakan pada 10 ini. Sedekah terbaik adalah jika dikerjakan di 10 ini. Dan
seterusnya.
Dari Ibnu Abbas,
Rosulullah ?
bersabda:
«مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ
فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ»
“Tidak ada hari-hari
(sepanjang tahun) yang amal sholih di hari-hari tersebut lebih dicintai Allah,
melebihi 10 awal Dzulhijjah.” Orang-orang bertanya: “Wahai Rosulullah, tidakkah
jihad fi sabilillah (lebih dicintai Allah dari hari-hari tersebut)?” Beliau
menjawab:
«وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ
وَمَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ»
“Tidak pula jihad di
jalan Allah, kecuali amal seorang yang keluar berjihad membawa harta dan
jiwanya lalu tidak ada yang kembali.”[8]
Beramal di 9 dan 10 Dzulhijjah
Dari 10 ini, yang paling
utama adalah 9 dan 10 Dzulhijjah. Hari Arofah tanggal 9 dan hari Qurban tanggal
10. Ulama berselisih mana yang lebih utama dari keduanya. Prof. Dr. Abdurrozzaq
bin Abdulmuhsin berpendapat hari Arofah, dan Muhammad Sholih Munajjid
berpendapat hari Qurban.
Allah berfirman:
وَوَاعَدْنَا مُوسَى ثَلَاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ
فَتَمَّ مِيقَاتُ رَبِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Kami menjanjikan Musa 30
hari dan Kami menyempurnakannya dengan 10 hari lagi, sehingga waktu perjajian
dengan Rob-nya 40 hari.” (QS. Al-A’rof: 142)
Mujahid menjelaskan:
“Yakni Dzulqo’dah dan 10 Dzulhijjah.”[9]
Yakni Allah memberi janji
Musa akan memberikannya Taurot lalu Allah menyuruhnya berpuasa dulu selama
sebulan lalu Allah menambahnya 10 hari.
Dari Abdullah bin Qurth,
ia berkata: Rosulullah ?
bersabda:
«أَفْضَلُ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمُ
النَّحْرِ، وَيَوْمُ الْقَرِّ»
“Hari terbaik di sisi
Allah adalah hari Nahr (Qurban) dan hari Qorr.”[10]
Qorr artinya menetap,
yaitu hari di mana manusia menetap di Mina pada tanggal 11 Dzulqo’dah.
وَالْيَوْمِ الْمَوْعُودِ * وَشَاهِدٍ وَمَشْهُودٍ
“Demi hari yang
dijanjikan, demi yang menyaksikan, demi yang disaksikan.” (QS. Al-Buruj: 2-3)
Dari Abu Huroiroh, ia
berkata: Rosulullah ?
bersabda:
«اليَوْمُ المَوْعُودُ: يَوْمُ القِيَامَةِ،
وَاليَوْمُ المَشْهُودُ: يَوْمُ عَرَفَةَ، وَالشَّاهِدُ: يَوْمُ الجُمُعَةِ»
“Hari yang dijanjikan
adalah hari Kiamat, hari yang disaksikan adalah hari Arofah, dan hari yang
menyaksikan adalah hari Jum’at.”[11]
Sebagaimana Jum’at adalah
hari terbaik dalam sepekan, begitu pula Arofah adalah hari terbaik dalam
setahun.
Dari Al-Qosim bin Abi
Ayyub berkata:
«وَكَانَ
سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ إِذَا دَخَلَ أَيَّامُ الْعَشْرِ اجْتَهَدَ اجْتِهَادًا
شَدِيدًا حَتَّى مَا يَكَادُ يَقْدِرُ عَلَيْهِ»
“Apabila masuk 10 awal
Dzulhijjah, Sa’id bin Jubair bersungguh-sungguh dalam ibadah hingga hampir
tidak mampu (menambah ibadah).”[12]
Abu Utsman An-Nahdi
At-Tabii berkata:
«كَانُوا يُعَظِّمُونَ
ثَلَاثَ عَشَرَاتٍ: الْعَشْرُ
الْأُوَلُ مِنْ ذِي الحِجَّةِ، وَالعَشْرُ الأَوَاخِرُ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ، وَالعَشْرُ الأُوَلُ مِنَ المُحَرَّمِ»
“Dahulu orang-orang (di
zaman Sahabat) memuliakan sepuluh hari yang tiga, yaitu 10 awal Dzulhijjah, 10
akhir Romadhon, dan 10 awal Muharrom.”[13]
Dari Abu Huroiroh, ia berkata: Rosulullah ? bersabda:
«العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ
لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الجَنَّةُ»
“Satu umroh kepada umroh
berikutnya menghapus dosa-dosa di antara keduanya. Balasan haji mabrur adalah
Surga.”[14]
Dari Abu Huroiroh, ia
berkata: Rosulullah ?
bersabda:
«مَنْ
حَجَّ هَذَا البَيْتَ، فَلَمْ يَرْفُثْ، وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ
أُمُّهُ»
“Siapa yang berhaji ke
Baitullah tanpa melakukan rofats dan kefasikan, maka ia pulang dalam keadaan
seperti dilahirkan ibunya (yakni tanpa dosa).”[15]
Dari Abdurrohman bin
Ya’mar, Rosulullah ?
bersabda:
«الحَجُّ
عَرَفَةُ»
“Haji adalah Arofah.”[16]
Yakni rukun Haji paling
besar adalah wukuf di Arofah, karena agungnya hari tersebut.
Ibadah badan yang paling
agung secara mutlak adalah sholat, terutama sholat wajib.
Dari Abu Huroiroh,
Rosulullah ?
bersabda:
«إِنَّ
اللَّهَ قَالَ: وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا
افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ»
“Allah berfirman: ‘Tidaklah
hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada dengan sebuah amal yang lebih Aku sukai
melebihi apa saja yang Aku wajibkan atasnya.”[17]
Dari Abdullah bin Mas’ud,
ia berkata: aku bertanya kepada Nabi ?: “Amal apakah yang paling Allah cintai?” Beliau menjawab:
“Sholat pada waktunya.” Aku bertanya: “Lalu apa lagi?” Jawab beliau: “Lalu
berbakti kepada kedua orang tua.” Aku bertanya: “Lalu apa lagi?” Beliau
menjawab: “Lalu jihad fi sabilillah.”[18]
Dari Aisyah , ia berkata:
Rosulullah ?
bersabda:
«مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ
اللهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ، مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَإِنَّهُ لَيَدْنُو،
ثُمَّ يُبَاهِي بِهِمِ الْمَلَائِكَةَ، فَيَقُولُ: مَا أَرَادَ هَؤُلَاءِ؟»
“Tidak ada hari yang
Allah lebih banyak membebaskan hamba dari Neraka, melebihi hari Arofah. Allah mendekat
lalu membanggakan mereka kepada para Malaikat dan berfirman: ‘Apa yang
diinginkan mereka.’”[19]
Dari Ibnu Umar,
Rosulullah ?
bersabda:
«وَأَمَّا وُقُوفُكَ عَشِيَّةَ عَرَفَةَ
فَإِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَهْبِطُ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيُبَاهِي
بِكُمُ الْمَلائِكَةَ يَقُولُ: عِبَادِي جَاءُونِي شُعْثًا مِنْ كِلِّ فَجٍّ
عَمِيقٍ يَرْجُونَ رَحْمَتِي فَلَوْ كَانَتْ ذُنُوبُكُمْ كَعَدَدِ الرَّمْلِ، أَوْ
كَقَطْرِ الْمَطَرِ، أَوْ كَزَبَدِ الْبَحْرِ لَغَفَرَهَا، أَوْ لَغَفَرْتُهَا،
أَفِيضُوا عِبَادِي مَغْفُورًا لَكُمْ وَلِمَنْ شَفَعْتُمْ لَهُ»
“Adapun wukufmu di sore
hari Arofah, Allah turun ke langit dunia dan membanggakan kalian kepada para
Malaikat dengan berfirman: ‘Lihatlah hamba-hamba-Ku, mereka datang kepada-Ku
dalam keadaan rambutnya acak-acakan (kena debu), datang dari berbagai penjuru
bumi, mengharap rohmat-Ku.’ Seandainya dosa-dosamu sebanyak butiran debu atau
sebanyak tetesan air atau sebanyak buih di lautan, Allah pasti mengampuninya.
Hai hamba-hamba-Ku, kalian kulimpahkan ampunan-Ku beserta siapa saja yang
kalian mintakan ampun.”[20]
Dari Amr bin Syu’aib,
dari ayahnya, dari kakeknya, Rosulullah ? bersabda:
«خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ،
وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي: لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ»
“Doa terbaik adalah doa
pada hari Arofah. Doa terbaik yang aku dan para Nabi sebelumku panjatkan
adalah: ‘tidak ada yang berhak disembah selain Allah saja, segala kerajaan dan
segala pujian hanya milik-Nya, dan hanya Dia yang Mahakuasa atas segala
sesuatu.”[21]
Dari Umar bin Al-Khothob Rodhiyallohu
‘Anhu, bahwa seorang Yahudi berkata kepadanya: “Wahai Amirul Mukminin! Ada
sebuah ayat dari Kitab kalian yang biasa kalian baca, seandainya turun kepada
kami kaum Yahudi, tentulah kami jadikan hari itu sebagai hari raya.” Umar
bertanya: “Ayat yang mana?” Dia menjawab:
اليَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ
عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا
“Pada hari ini telah
Ku-sempurnakan agama Islam untuk kalian, dan telah Ku-sempurnakan nikmat-Ku
atas kalian, serta Ku-ridhoi Islam sebagai agama untuk kalian” (QS. Al-Maidah [5]: 3). Umar berkata: “Aku tahu
hari kapan itu dan waktu turunnya ayat itu kepada Nabi Shollallohu ‘Alaihi
wa Sallam, yaitu saat beliau berdiri di Arofah pada hari Jum’at.”[22]
Aisyah berkata: “Aku tidak pernah melihat Rosulullah ? berpuasa sama sekali pada 10 Dzulhijjah.”[23]
?لِيَشْهَدُوا
مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا
رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ?
“Agar mereka menyaksikan
manfaat (karunia) Allah untuk mereka, dan agar mereka berdzikir (menyebut) nama
Allah pada hari-hari yang sudah diketahui, atas binatang ternak yang
dikaruniakan kepada mereka.” (QS. Al-Hajj: 28)
Yang dimaksud hari-hari
yang diketahui adalah 10 awal Dzulhijjah, menurut jumhur (mayoritas) ulama
dan ahli tafsir.
Qotadah berkata:
“Maksudnya adalah 10 awal Dzulhijjah. Sementara hari-hari yang terhitung adalah
hari-hari Tasyriq.”[24]
Dari Ibnu Umar,
Rosulullah ?
bersabda:
«مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ،
وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنَ الْعَمَلِ فِيهِنَّ؛ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ
الْعَشْرِ، فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنَ التَّهْلِيلِ، وَالتَّكْبِيرِ،
وَالتَّحْمِيدِ»
“Tidak ada hari yang
lebih agung di sisi Allah dan tidak pula lebih dicintai Allah melebihi amal
pada hari-hari 10 Dzulhijjah. Maka, perbanyaklah pada hari-hari tersebut
membaca tahlil (l? il?ha illall?h), takbir (Allahu akbar), dan tahmid (wa
lillahil hamd).”[25]
Dari Al-Aswad, ia
berkata: Abdullah bin Mas’ud membaca takbiran dari bakda Shubuh Arofah sampai
akhir Ashar dari hari Qurban dengan membaca:
«اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ»
Allahu akbar (3x), l? il?ha illall?h, wall?hu akbar, All?hu akbar walillahil
hamd.
“Allah Mahabesar (3x).
Tidak ada yang berhak disembah selain Allah. Allah Mahabesar (2x). Segala puji
hanya milik Allah.”[26]
Dari Ikrimah, dari Ibnu
Abbas, bahwa ia membaca takbir dari sholah Shubuh Arofah sampai akhir hari
Tasyriq (13 Dzulhijjah) dan tidak bertakbir pada Maghrib (karena sudah masuk 14
Dzulhijjah), dengan membaca:
«اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، اللَّهُ أَكْبَرُ
وَأَجَلُّ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ»
Allahu akbaru kab?r?
(2x), Allahu akbaru wa ajall, Allahu akbaru walill?hil hamd.
“Allah Mahabesar sekali
(2x), Allah Mahabesar dan Mahaagung, Allah Mahabesar dan segala puji hanya
milik Allah.”[27]
Ibnu Umar dan Abu
Huroiroh keluar menuju pasar pada 10 awal Dzulhijjah untuk bertakbir lalu
orang-orang ikut bertakbir karena mendengar takbir mereka berdua. Sementara
Muhammad bin Ali (bin Abi Tholib) bertakbir seusai sholat sunnah.[28]
Dari Al-Baro bin Azib, ia
berkata: Rosulullah ?
bersabda:
«إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ،
ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ، مَنْ فَعَلَهُ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا، وَمَنْ ذَبَحَ
قَبْلُ؛ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ، لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ فِي شَيْءٍ»
“Yang pertama kali kita
lakukan pada hari Id ini adalah sholat Id lalu pulang untuk menyembelih kurban.
Siapa yang melakukan kurban sebelum sholat Id, maka itu dianggap daging biasa
yang dihidangkan untuk keluarganya dan bukan termasuk ibadah kurban sama sekali.
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ
مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
“Setiap umat Kami berikan
ibadah khusus (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak
(unta, sapi, kambing) yang Kami rizkikan kepada mereka.” (QS. Al-Hajj: 34)
Dari Dari Abu Huroiroh,
ia berkata: Rosulullah ?
bersabda:
«مَنْ كَانَ لَهُ مَالٌ فَلَمْ يُضَحِّ؛ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا»
“Siapa yang memiliki
harta dan tidak berkurban, maka jangan sekali-kali mendekati tempat sholat Id
kami.”[29]
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Silahkan makan sebagian
dari kurban kalian dan sisanya berikan kepada orang yang membutuhkan dan orang
yang faqir.” (QS. Al-Hajj: 28)
Dari Jubar bin Muth’im,
Rosulullah ? bersabda:
«كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ»
“Semua hari Tasyriq boleh
menyembelih kurban.”[30]
[1] Yakni pertanda awal
bulan, dan ia muncul setiap pergantian bulan baru, ditandai dengan munculnya
hilal (lengkungan kecil dari bulan) pada saat tenggelamnya matahari.
[2] HR. At-Tirmidzi no. 3451
dengan sanad shohih.
[3] HR. Al-Bukhori no. 2840.
[4] HR. Abu Dawud no. 2437
dengan sanad shohih.
[5] HR. Muslim no. 1176.
[6] HR. Muslim no. 1162.
[7] HR. Ahmad no. 14511
dengan sanad shohih.
[8] HR. Abu Dawud no. 2438.
Asal hadits di Al-Bukhori no. 969.
[9] Tafs?r Ath-Thobar?, no. 15062.
[10] HR. Ibnu Hibban no. 2811
dengan sanad shohih.
[11] HR. At-Tirmidzi no. 3339
dengan sanad hasan.
[12] HR. Ad-Darimi no. 1815
dengan sanad shohih.
[13] HR. Al-Mundzir no. 1079
dalam At-Targhib.
[14] HR. Al-Bukhori no. 1773.
[15] HR. Al-Bukhori no. 1819.
[16] HR. At-Tirmdzi no. 889
dengan sanad shohih.
[17] HR. Al-Bukhori no.
[18] HR. Al-Bukhori
[19] HR. Muslim no. 1348.
[20] HR. Al-Bazzar no. 6177
dengan sanad hasan.
[21] HR. At-Tirmidzi no. 3585
dengan sanad hasan.
[22] HR. Al-Bukhori no. 45.
[23] HR. Abu Dawud no. 2439
dengan sanad shohih.
[24] HR. Abdurrozzaq dengan
sanad shohih.
[25] HR. Ahmad no. 5446 dengan
sanad shohih. Jika 3 lafazh ini digabung maka menjadi takbiran yang kita kenal:
«اللَّهُ أَكْبَرُ،
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ،
اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ»
[26] HR. Ibnu Abi Syaibah no. 5633
dengan sanad shohih.
[27] HR. Ibnu Abi Syaibah no. 5646
dengan sanad shohih.
[28] HR. Al-Bukhori no. 969
secara mu’allaq dan shohih.
[29] HR. Al-Hakim no. 7565
dengan sanad shohih.
[30] HR. Ahmad no. 16752
dengan sanad shohih.