Cari Artikel

Mempersiapkan...

Bolehkan Wanita Mensyaratkan Tidak Dipoligami Saat Dilamar?

 

Terjadi khilaf para ulama dalam hal ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa wanita boleh mengajukan syarat tidak dimadu. Jika lelaki memenuhinya dan terjadi pernikahan maka ia wajib menjaga syarat tersebut, dan jika suami menikah lagi maka ia berdosa melanggar syarat dan istrinya boleh mengajukan fasakh (pembatalan akad nikah).

Ini adalah pendapat sejumlah Sahabat dan Tabiin, di antara ‘Umar bin al-Khaththab, Sa’ad bin Abi Waqqash, Mu’awiyah, ‘Amr bin al-‘Ash, Jabir bin Zaid, Thawus, Imam Auza’iy, Ishaq dan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz. Ini pula yang dipilih dalam Madzhab Hambali yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyyim.

Alasannya, bahwa syarat-syarat di dalam pernikahan lebih besar dampaknya ketimbang syarat-syarat di dalam jual-beli, sewa, dan seterusnya. Oleh karena itulah, wajib komitmen terhadapnya dan menepatinya.

Di antara dalil yang dijadikan penguat pendapat ini adalah hadits yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Abi Mulaikah bahwasanya Al-Miswar bin Makhramah mengatakan kepadanya bahwa dirinya mendengar Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam ketika di atas mimbar bersabda:

«إِنَّ بَنِي هِشَامِ بْنِ المُغِيرَةِ اسْتَأْذَنُوا فِي أَنْ يُنْكِحُوا ابْنَتَهُمْ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ، فَلاَ آذَنُ، ثُمَّ لاَ آذَنُ، ثُمَّ لاَ آذَنُ، إِلَّا أَنْ يُرِيدَ ابْنُ أَبِي طَالِبٍ أَنْ يُطَلِّقَ ابْنَتِي وَيَنْكِحَ ابْنَتَهُمْ، فَإِنَّمَا هِيَ بَضْعَةٌ مِنِّي، يُرِيبُنِي مَا أَرَابَهَا، وَيُؤْذِينِي مَا آذَاهَا»

“Sesungguhnya Bani Hasyim bin Al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk menikahkan anak perempuan mereka dengan Ali bin Abi Thalib, lantas aku tidak mengizinkan mereka, kemudian tidak aku izinkan, kemudian tidak aku izinkan kecuali bila Ibnu Abi Thalib (yakni ‘Ali) rela untuk menceraikan putriku dan menikahi anak perempuan mereka (tersebut). Sesungguhnya putriku adalah bagian dariku, apa yang menjadikannya menderita juga menjadikanku menderita, dan apa yang menyakitinya adalah juga menyakitiku.”[1] Di dalam riwayat yang lain disebutkan, “Sesungguhnya Fathimah adalah dariku dan aku khawatir hal itu akan membuatnya terfitnah di dalam agamanya.”[2]

Terkait dengan hadits tersebut, Ibnu Al-Qayyim mengomentari, “Hukum tentang hal ini mengandung beberapa hal: bahwa seorang laki-laki bila memberikan syarat kepada isterinya bahwa dirinya tidak menikah dengan selainnya (memadunya), maka dia mesti menepati syarat tersebut dan bilamana dia menikah dengan selainnya (memadunya) maka adalah hak sang isteri untuk membatalkannya (fasakh).”

Pendapat kedua mengatakan bahwa syarat tidak mau dimadu adalah syarat yang batil karena mengharamkan apa yang Allah halalkan. Ini pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafii.

Dalil yang dijadikan sandaran pendapat kedua adalah hadits:

مَنِ اشْتَرَطَ شَرْطًا لَيْسَ فِي كِتَابِ اللَّهِ فَلَيْسَ لَهُ، وَإِنْ شَرَطَ مِائَةَ مَرَّةٍ شَرْطُ اللَّهِ أَحَقُّ وَأَوْثَقُ»

“Siapa yang mensyaratkan sesuatu yang tidak ada di Kitabullah maka tidak berlaku, meskipun membuat 100 syarat sekalipun. Syarat dari Allah lebih berhak dan lebih kuat.”[3]

Mereka berkata: Syarat yang disyaratkan tersebut (mensyaratkan tidak dimadu) adalah mengharamkan hal yang dihalalkan, yaitu menikah (secara terang-terangan), menikah (secara sembunyi dengan budak) dan bepergian. Semua ini adalah halal, jadi kenapa diharamkan?

Ibnu Qudamah menguatkan pendapat pertama, diantara alasannya, bahwa pendapat-pendapat para Sahabat yang telah disebutkan (oleh beliau di dalam bukunya Al-Mughni yang mendukung pendapat pertama) tidak ada yang menentangnya pada masa mereka di kalangan para shahabat, maka ini dapat dikatakan sebagai ijma’.

Maka sikap lelaki jika disodorkan syarat seperti itu, ia diberi pilihan antara melanjutkan dengan menjaga syarat atau meninggalkan wanita tersebut mencari yang lain.



[1] HR. Al-Bukhari no. 5230.

[2] HR. Al-Bukhari no. 3110. Maknanya, aku takut poligami menjadikannya tidak bisa berlaku baik kepada suaminya karena cemburu sehingga ia malampau batas lalu masuk kategori istri yang membangkang suami yang diancam Neraka.

[3] HR. Al-Bukhari no. 2561 dan Muslim no. 1504.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url