Fardhu-Fardhu Wudhu (Anggota Wudhu yang Wajib Dicuci)
Fardhu-fardhu wudhu ada enam:
1. Mencuci seluruh wajah. Berdasarkan firman Alloh ﷻ:
إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ
فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ
“Apabila kalian hendak mengerjakan Sholat, maka basuhlah
muka kalian.” (QS. Al-Maidah: 6)
Termasuk di dalamnya berkumur dan istinsyaq
(menghirup air ke hidung). Karena mulut dan hidung termasuk wajah.
2. Mencuci kedua tangan sampai siku. Berdasarkan firman
Alloh ﷻ:
وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ
“Dan tangan kalian sampai dengan siku.” (QS. Al-Maidah: 6)
3. Mengusap seluruh kepala beserta kedua telinga. Berdasarkan
firman Alloh ﷻ:
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ
“Dan sapulah kepala kalian.” (QS. Al-Maidah: 6)
Dan sabda Rosululloh ﷺ:
الْأُذُنَانِ مِنَ الرَّأْسِ
“Kedua telinga termasuk kepala.” (HR. At-Tirmidzi no. 37
dan Ibnu Majah no. 443)[1]
Maka mengusap sebagian kepala tidaklah mencukupi tanpa
mengusap sebagian yang lain.
4. Mencuci kedua kaki sampai mata kaki. Berdasarkan firman
Alloh ﷻ:
وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Dan basuhlah kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (QS.
Al-Maidah: 6)
5. Tertib (berurutan). Karena Alloh ﷻ menyebutkannya secara
berurutan. Dan Rosululloh ﷺ berwudhu secara berurutan sesuai dengan apa yang Alloh ﷻ
sebutkan: wajah, kemudian kedua tangan, kemudian kepala, kemudian kedua kaki. Sebagaimana
hal itu disebutkan dalam sifat wudhu beliau ﷺ dalam Hadits Abdullah bin Zaid rodhiyallahu ‘anhu dan
selainnya.” (HR. Muslim no. 235)
6. Muwalah (berturut-turut). Yaitu mencuci anggota
badan segera setelah anggota sebelumnya tanpa menunda-nunda. Nabi ﷺ berwudhu
secara berturut-turut. Dan Hadits Kholid bin Ma'dan: Nabi ﷺ melihat seorang
lelaki Sholat dan di punggung kakinya terdapat lum'ah (yaitu: tempat
yang tidak terkena air dalam wudhu atau mandi) seukuran dirham yang tidak
terkena air. Lalu beliau memerintahkannya untuk mengulangi wudhunya.” (HR. Ahmad
3/424, dan Abu Dawud no. 175, dan dishohihkan oleh Al-Albani. Lihat Irwa'ul
Gholil 1/127). Seandainya muwalah bukan syarat, niscaya beliau
memerintahkannya untuk mencuci bagian yang terlewat, dan tidak memerintahkannya
untuk mengulangi wudhu seluruhnya.
[1]
Dishohihkan oleh
Al-Albani (Shohih Sunan Ibnu Majah no. 357, dan As-Silsilah Ash-Shohihah no.
36) dan Syaikh Al-Albani merinci dalam mengumpulkan jalur periwayatannya dan
membahasnya.