Harta, Nikmat Atau Ujian?
Kaitan Harta
dengan Rizki
MÄl (Ų§ŁŁ
َŲ§Łُ) yang biasa diterjemahkan harta,
arti asalnya adalah condong dan miring. Ia dinamai demikian
karena umumnya harta menjadikan pemiliknya condong dan miring kepada keburukan.
Awalnya ia tegap dan lurus di atas kebenaran, lalu ia dijadikan miring oleh
hartanya.
Inilah yang membedakan
harta dengan rizki (Ų§ŁŲ±ِّŲ²ْŁُ)
“anugrah”. Rizki adalah anugrah Allah untuk menopang kebaikan agama dan dunia
seseorang, seperti dijadikan mahir membaca Al-Qur’an dan diberi teman yang
baik, tetangga yang baik, dan istri sholihah. Ini semua rizki.
Rizki lebih umum dari
harta. Jika sebuah nikmat digunakan untuk keburukan maka Allah mencelanya, dan
ia tidak menggunakan “rizki” tetapi harta, baik dengan lafazh mÄl
(harta) atau dunyÄ (dunia) atau harta dunia.
Contoh penggunakan lafazh
mÄl dan dunyÄ dalam konotasi negatif dalam firman Allah:
“Kalian mencintai mÄl
dengan kecintaan yang besar.” (QS.
Al-Hijr: 20)
“... seperti orang
yang Kami berikan kenikmatan dunyÄ lalu pada hari Kiamat ia dimasukkan ke
Neraka.” (QS. Al-Qoshosh: 61)
Tidak Khawatir
Jika Miskin
Untuk itu, Nabi Shollallahu
‘Alaihi wa Sallam tidak khawatir jika umatnya miskin, dan sebaliknya beliau
khawatir jika kekayaan menjadikan mereka condong dari kebenaran kepada
keburukan, sebagaimana dalam hadits Abu Ubaidah bin Al-Jarroh Rodhiyallahu
‘Anhu, bahwa Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Aku tidak khawatir
kalian miskin, justru yang aku khawatirkan jika dunia dibentangkan kepada
kalian lalu kalian berlomba-lomba mengejarnya seperti yang dilakukan umat-umat
terdahulu, lalu dunia menghancurkan kalian sebagaimana harta berhasil
menghancurkan umat-umat terdahulu.” (HR. Al-Bukhori no. 3158 dan Muslim no. 2961)
Dari Uqbah bin Amir Rodhiyallahu
‘Anhu, bahwa Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam pada suatu
hari keluar mensholati jenazah pasukan Uhud lalu beliau menaiki mimbar dan
bersabda: “Aku akan mendahului kalian ke Telaga, dan aku menjadi saksi atas
kalian, dan aku —demi Allah— melihat Telagaku sekarang, dan aku diberi
kunci-kunci kekayaan bumi (kemenangan perang). Demi Allah, aku tidak
mengkhawatirkan kalian berbuat syirik sepeninggalku, tetapi aku khawatirkan
kalian berlomba-lomba mencari dunia.” (HR. Al-Bukhori no. 6426)
Tidak Suka
Menimbung Harta Tanpa Kebutuhan
Rosulullah Shollallahu
‘Alaihi wa Sallam tidak suka menimbun harta tanpa hajat, sebagaimana dalam
sabda beliau:
“Aku tidak suka
memiliki emas sebesar gunung Uhud ini, di mana berlalu 3 malam aku masih
memiliki satu dinar (sekitar 4 juta), kecuali sedikit saja yang kusiapkan untuk
membayar hutang. Bahkan akan aku berpesan agar disedekahkan semuanya untuk
hamba-hamba Allah sekian, sekian, dan sekian; ke kanan, ke kiri, dan ke
belakangku.” (HR. Al-Bukhori
no. 6444)
Menumpuk Harta Jadikan
Miskin di Akhirat
Di antara petaka harta
adalah menjadikan pemiliknya sedikit pahala Akhiratnya, entah karena disibukkan
dengan hartanya atau karena hartanya banyak menfasilitasinya dalam bermaksiat,
sebagaimana hadits Abu Dzar Al-Ghifari Rodhiyallahu ‘Anhu bahwa
Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Orang yang gemar
memperbanyak (harta) adalah orang yang miskin (pahala) di Akhirat.” (HR. Al-Bukhori no. 6443)
Awalnya Harta
Netral Lalu Memiringkan Pemiliknya
Dari Abu Sa’id Al-Khudri Rodhiyallahu
‘Anhu, ia berkata: Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda: “Kebanyakan yang aku takutkan atas kalian, berkah bumi yang
dikeluarkan Allah untuk kalian.” Ada yang bertanya: “Apa itu berkah bumi?”
Beliau menjawab: “Harta dunia.” Ada lelaki yang bertanya: “Apakah
kebaikan (harta) mendatangkan keburukan?” Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam
diam hingga kami mengira turun wahyu lalu beliau mengusap keringat di keningnya
dan bersabda: “Di mana orang yang bertanya tadi?” Dia menjawab: “Saya.”
Abu Said melanjutkan: kami memuji lelaki itu ketika terjadi itu (menjadi sebab
kami dapat ilmu baru). Beliau bersabda: “Kebaikan hanya mendatangkan
kebaikan. Harta itu sejuk (dipandang) dan manis (dirasakan). Semua rumputan
yang ditumbuhkan oleh sungai bisa menjadikan perut binatang kembung hingga
hampir mati kecuali jika dimakan binatang khusus pemakan rerumputan. Ia
memakannya hingga ketika lambungnya sudah penuh makanan, ia menghadap matahari
(untuk memudahkan proses pencernaan) lalu dikeluarkan kotorannya dalam berak
dan kencing, lalu ia kembali merumput dan makan lagi. Harta ini begitu manis,
siapa yang mengambilnya dengan benar dan meletakkannya dengan benar, maka
jadilah harta tersebut sebagai penolong terbaik baginya (untuk perbekalan
Akhirat). Namun, siapa mengambilnya dengan cara yang tidak benar, ia seperti
orang yang makan tetapi tidak pernah kenyang.” (HR. Al-Bukhori no. 6427)
Maksud hadits ini, harta
itu awalnya netral, tidak baik dan tidak buruk dalam dzatnya, lalu kebanyakan
orang terfitnah olehnya hingga serakah dalam mengambilnya, ia giat dalam
mencarinya dan tidak peduli ia mendapatkannya dengan cara apa, dan jika sudah
mendapatkannya maka ia gunakan untuk keburukan atau pemborosan. Perumpamaan
orang tersebut diibaratkan Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai
binatang yang perutnya kembung karena kebanyakan makan hingga ia mati karena itu.
Sebaliknya, di antara
hamba Allah ada yang mengambil harta dengan benar dan memakainya dengan benar
dan wajar. Perumpamaan orang tersebut seperti binatang yang cerdas dalam makan,
dia tidak kekeyangan dalam makan, dan ia keluarkan segera kotorannya agar bisa
merumput dan makan lagi.
Takut Ujian
Harta
Demikian bab yang ditulis
Al-Bukhori Rohimahullah dalam Shohihnya. Lalu ia membawakan beberapa
hadits berikut:
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu
‘Anhu, bahwa Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Celaka budak dinar,
dirham, jaket mewah, selendang bergaris mewah. Jika diberi (Allah), ia senang,
dan jika tidak diberi, ia marah.” (HR. Al-Bukhori no. 6435)
Dari Ibnu Abbas Rodhiyallahu
‘Anhuma, ia berkata: Aku mendengar Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda: “Seandainya keturunan Adam memiliki dua lembah harta (emas), pasti
ia akan mencari lembah ketiga. Lambung keturunan Adam tidak akan pernah penuh
kecuali dengan tahan. Allah menerima taubat siapa yang bertaubat.” (HR.
Al-Bukhori no. 6436)
Dari Anas bin Malik Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosulullah Shollallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Seandainya manusia memiliki lembah berisi
emas, ia pasti berharap memiliki dua lembah, mulutnya tidak akan penuh kecuali
dengan tanah, dan Allah menerima taubat siapa yang bertaubat.” (HR.
Al-Bukhori no. 6439)
Ubay Rodhiyallahu
‘Anhu berkata: kami dahulu menganggap ucapan di atas termasuk Al-Quran
hingga turun: “Bermegah-megahan telah melalaikan kalian...” (QS. At-TakÄtsur).
(HR. Al-Bukhori no. 6440)
Fitnah Harta Karena
Hijau Manis
Dari Hakim bin Hizam Rodhiyallahu
‘Anhu, ia berkata: aku meminta kepada Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam
dan diberi, lalu meminta lagi dan diberi, lalu meminta lagi dan diberi, lalu
beliau bersabda: “Wahai Hakim, harta itu hijau (dilihat) dan manis
(dirasakan). Siapa yang mengambilnya dengan jiwa yang baik (qonaah) maka
hartanya diberkahi, dan siapa yang mengambilnya dengan serakah maka hartanya
tidak diberkahi, ia bagaikan orang makan tetapi tidak kenyang. Tangan di atas
lebih baik daripada tangan di bawah.” (HR. Al-Bukhori no. 6441)
Kesimpulan
Dari pemaparan di atas,
kita menyimpulkan bahwa harta sebagaimana namanya (mÄl) umumnya membuat
orang miring kepada keburukan kecuali yang dirohmati Allah. Lalu harta tersebut
membinasakannya di Akhirat. Dari sini, harta menjadi siksa baginya. Dia diuji
dengan harta tetapi tidak lulus.
Harta jika dimiliki orang
bertaqwa maka ia menjadi jembatan yang memudahkannya masuk Surga. Karena ia
tahu hak Allah pada harta tersebut. Ia mencarinya dengan benar dan
menyalurkannya dengan benar pula. Dari sini, harta menjadi rizki (anugrah) dan
nikmat baginya. Alangkah sedikitnya jumlah mereka. Semoga Allah
menjadikan kita termasuk yang sedikit tersebut. ÄmÄ«n.
Allahu a’lam.[]