Cari Artikel

Mempersiapkan...

Hukum Air Bekas Bersuci

Air yang sudah digunakan untuk bersuci—seperti air yang menetes dari anggota tubuh orang yang berwudhu atau mandi—adalah suci dan mensucikan bagi yang lain, menurut pendapat yang shohih. Air itu dapat mengangkat hadats dan menghilangkan najis, selama salah satu dari tiga sifatnya—bau, rasa, atau warna—tidak berubah.

Dalil kesuciannya adalah: Rosululloh ketika berwudhu, para Shohabat nyaris berkelahi memperebutkan air bekas wudhu beliau.” (HR. Al-Bukhori no. 189)

Dan beliau menuangkan air bekas wudhu beliau kepada Jabir rodhiyallahu ‘anhu saat dia sakit.” (HR. Al-Bukhori no. 5651 dan Muslim no. 1616)

Seandainya air itu najis, niscaya tidak boleh melakukan hal itu.

Dan karena Nabi , para Shohabat, dan istri-istri beliau biasa berwudhu di dalam qodah (mangkuk) dan atwar (jamak dari taur, yaitu: wadah untuk minum), dan mandi di dalam jifan (jamaknya jafnah, yaitu: seperti mangkuk besar). Hal seperti ini tidak mungkin luput dari cipratan air yang kembali masuk ke dalam wadah dari orang yang menggunakannya.

Dan karena sabda beliau kepada Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, yang saat itu sedang junub:

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَنْجُسُ

“Sungguh, Mu'min itu tidak najis.” (HR. Muslim no. 371)

Jika  Mu'min tidak najis, maka air tidak kehilangan sifat mensucikannya hanya karena bersentuhan dengannya.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url