Hukum Menggunakan Bejana Milik Orang Kafir
Hukum asal bejana orang kafir adalah halal. Kecuali jika najisnya diketahui, maka tidak boleh digunakan kecuali setelah dicuci. Berdasarkan Hadits Abi Tsa'labah Al-Khusyani rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata, aku bertanya: “Wahai Rosululloh ﷺ, kita berada di negeri kaum Ahli Kitab, apakah kami boleh makan di bejana mereka?” Beliau bersabda:
لَا تَأْكُلُوا فِيهَا إِلَّا
أَنْ لَا تَجِدُوا غَيْرَهَا فَاغْسِلُوهَا ثُمَّ كُلُوا فِيهَا
“Janganlah kalian makan di dalamnya, kecuali jika kalian tidak
menemukan yang lain, maka cucilah ia, kemudian makanlah di dalamnya.” (HR.
Al-Bukhori no. 5478 dan Muslim no. 1930)
Adapun jika najisnya tidak diketahui, yaitu jika pemakainya
tidak dikenal suka bersentuhan dengan najis, maka boleh menggunakannya. Karena telah
ada riwayat bahwa Nabi ﷺ
dan para Shohabat mengambil air untuk berwudhu dari kirbah (wadah air
besar dari kulit) milik seorang wanita musyrik.” (HR. Al-Bukhori dalam Kitab
At-Tayammum Bab
Ash-Sho'id Ath-Thoyyib no. 344 dan Muslim Kitab Al-Masajid BAB Qodho'i Ash-Sholat
Al-Faa-itah no. 682. Al-Muzadah adalah: tempat air besar yang ditambah kulit
dari tempat air lain)
Dan karena Alloh ﷻ telah membolehkan
kita memakan makanan Ahli Kitab, dan mereka mungkin menyajikannya kepada kita
di bejana mereka. Sebagaimana seorang anak lelaki Yahudi mengundang Nabi ﷺ untuk makan roti sya'ir
(gandum) dan olesan (ihalah) (yaitu: lemak dan minyak) sanikhoh
(yaitu: yang baunya sudah berubah), lalu beliau memakannya.” (HR. Ahmad
3/210, 211. Dishohihkan oleh Al-Albani dalam Irwa'ul Gholil 1/71)