Cari Artikel

Mempersiapkan...

Makna Dua Kalimat Syahadat

 

Syahadat artinya persaksian, dan asal maknanya adalah hadir melihatnya langsung. Orang yang bersyahadat, karena saking yakinnya, seolah-olah hadir melihatnya langsung.

Syahadatain artinya dua syahadat, yaitu:

ุฃุดู‡ุฏ ุฃู† ู„ุง ุฅู„ู‡ ุฅู„ุง ุงู„ู„ู‡ ูˆุฃุดู‡ุฏ ุฃู† ู…ุญู…ุฏุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡

“Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah.”

Syahadat Ilahiyah

Syahadat Ilahiyah (ู„ุง ุฅู„ู‡ ุฅู„ุง ุงู„ู„ู‡) artinya bukan:

1)    Tidak ada tuhan selain Allah

2)    Tidak ada Pencipta selain Allah

3)    Tidak ada Pemberi rizki selain Allah

Akan tetapi maknanya adalah tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah. Ini terjemah yang paling tepat sesuai dengan tinjaun syar’i, bahasa, dan kenyataan.

Hal ini disebabkan syahadat ini mengandung dua rukun, yang jika salah satu tidak diyakini maka tidak sah syahadat orang tersebut. Dua rukun tersebut adalah meniadakan (nafyu) dan menetapkan (itsbฤt). Nafyu: yakni meniadakan semua yang disembah baik Malaikat, Nabi, orang sholih, matahari, bulan, bintang, pohon, batu, hingga jin dan setan. Lalu ditetapkan (itsbat) hanya Allah, dikecualikan hanya Allah.

Maka orang yang menyembah Allah tetapi juga menyembah selain Allah, maka ia belum dianggap orang beriman. Contohnya adalah Yahudi, Nashoro, dan musyrikin Makkah.

Keyakinan Musyrikin Zaman Kuno

Manusia yang diperangi Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam ada tiga kelompok besar yaitu bangsa Arob, Romawi, dan Persia. Mereka semua meyakini bahwa Allah adalah Pencipta dan Pemberi rizki mereka, juga Yang menghidupkan dan mematikan mereka, juga Yang mengatur alam semesta. Dalil Allah Pencipta mereka adalah firman-Nya:

“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: Allah!’ Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. Az-Zukhruf [43]: 87)

Dalil Allah Pencipta alam semesta dan Yang mengaturnya adalah firman-Nya:

“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi, dan yang menundukkan matahari dan bulan?’ Tentu mereka akan menjawab: ‘Allah,’ maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).” (QS. Al-Ankabut [29]: 61)

Keyakinan Iblis

Bahkan Iblis sendiri disepakati meyakini Allah sebagai Penciptanya. Dalilnya adalah ucapan Iblis sendiri yang Allah firmankan:

“Allah berfirman: ‘Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?’ Menjawab Iblis: ‘Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.’” (QS. Al-A’raf [7]: 12)

Keyakinan Fir’aun

Fir’aun pun demikian, sejatinya ia meyakini dirinya bukan tuhan karena ia sadar dirinya tidak bisa berbuat sebagaimana Allah berbuat. Untuk itu ia menampakkan keimanannya saat-saat sakarat, tetapi Allah tidak menerimanya, sebagaimana firman-Nya:

“Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: ‘Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).’ Apakah sekarang (baru kamu berucap), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS. Yunus [10]: 90-92)

Nabi Musa mendapatkan wahyu bahwa Fir’aun sejatinya mempercayai Allah Rob-nya Musa dan risalahnya, sebagaimana firman-Nya:

“Musa menjawab: ‘Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata: dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa.’” (QS. Al-Isro [17]: 102)

Fir’aun semasa hidupnya menentang Musa bukan karena tidak mengimani risalah dan Rob Musa, tetapi kesombongan dirinya yang menghalanginya dari beriman, sebagaimana firman-Nya:

“Dan mereka (Fir’aun dan pengikutnya) mengingkarinya karena kelaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran) nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. An-Naml [27]: 14)

Fitroh Manusia Semenjak Kecil

Hal ini bukanlah hal yang aneh, karena di sebuah alam sebelum manusia ada, mereka telah dikenalkan Allah dan diambil sumpah, sebagaimana firman-Nya:

“Dan ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘Betul (Engkau Rob kami), kami menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).’” (QS. Al-A’raf [7]: 172)

Sehingga setiap anak lahir adalah dalam keadaan fithrah (bertauhid) lalu menjadi kafir dan musyrik adalah karena rayuan setan atau lingkungannya, sebagaimana sabda Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam:

“Setiap anak yang dilahirkan berada di atas fithrah. Lalu kedua orang tuanya menjadikanya Yahudi, Nashrani, atau Majusi.” (HR. Al-Bukhori no. 1358 dan Muslim no. 2658)

Begitu juga sabda Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam, Allah berfirman:

“Aku ciptakan seluruh hambaku dalam keadaan hanif (bertauhid), lalu setan mendatangi mereka menggelincirkan mereka dari agama mereka. Setan mengharamkan kepada mereka apa yang Aku halalkan kepada mereka. Setan memerintahkan mereka berbuat syirik kepada-Ku apa yang Aku tidak turunkan dalil tentangnya.” (HR. Al-Bukhori no. 2865)

Meyakini Allah sebagai satu-satunya Yang mencipta, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, dan mengatur alam semesta, inilah yang disebut Tauhid Rububiyah, dan semua orang yang diperangi Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam meyakini Tauhid ini, tetapi tidak lantas mereka disebut ahli Islam dan ahli iman.

Dua Jenis Orang Musyrik

Orang musyrik ada dua jenis, yaitu [1] menyembah Allah dan juga selain-Nya dan [2] menyembah selain Allah semata dan ini lebih jelek dari yang pertama. Adapun bangsa Arob, Yahudi, dan Romawi yang diperangi Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka tipe yang pertama.

Kenapa bangsa Arob masih mengenal Allah? Karena peninggalan dan sisa ajaran Nabi Ibrohim dan Ismail masih tersisa di sana, terutama ibadah haji, meskipun ritualnya sudah tidak murni tetapi ditambah-tambah dengan kesyirikan.

Dari semua pemaparan ini menjadi jelas bahwa sekedar meyakini sifat Rububiyah Allah seperti mencipta, menghidupkan, dan mengatur, maka tidak lantas disebut beriman, tetapi disebut orang kafir lagi musyrik. Andai mereka sudah dianggap beriman tentu Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak perlu mendakwahi mereka dan tidak memerangi mereka.

Juga menjadi jelas bagi kita bahwa sekedar menyembah Allah tidaklah cukup untuk dikatakan orang beriman, tetapi harus dibarengi meniadakan, mengingkari, meninggalkan, dan membenci segala yang disembah selain Allah.

Untuk penjelasan Syahadat Risalah, pada edisi berikutnya, in syaa Allah. Allahu a’lam.[]

 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url