Cari Artikel

Mempersiapkan...

Mengenal Allah Azza wa Jalla

 

Allah adalah pencipta langit, bumi, beserta seisinya, bahkan pencipta segala sesuatu. Selain Allah adalah makluk atau diciptakan. Allah berfirman:

“Allah adalah pencipta segala sesuatu.” (QS. Az-Zumar: 62)

Karena hanya Allah yang mampu menciptakan maka hanya Dia yang mampu merawat ciptaan-Nya dengan berbagai pengaturan dan rizqinya masing-masing. Allah berfirman:

“Katakanlah: ‘Siapakah yang memberimu rizki dari langit dan bumi, siapakah yang memberi pendengaran dan penglihatan, siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari kematian dan mengeluarkan yang mati dari kehidupan, dan siapa yang mengatur semuanya?’ Tentu mereka pasti menjawab Allah.” (QS. Yūnus: 31)

Maka hanya Allah yang berhak disembah, karena hanya Allah yang menciptakan, memiliki, mengatur, dan memberi rizki semua makhluk. Allah berfirman:

“Wahai manusia! Sembahlah Rob-mu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Karena Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqoroh: 21-22)

Untuk mewujudkan demikian, seseorang perlu mengenal Allah lebih dekat. Mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala meliputi empat hal, yaitu: (1) mengenal wujud Allah, (2) mengenal Rububiyah Allah, (3) mengenal Uluhiyyah Allah, dan (4) mengenal Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah.

1) Mengenal Wujud Allah

Artinya, beriman bahwa Allah Subhānahū wa Ta’ālā itu ada. Adanya Allah Subhānahū wa Ta’ālā telah diakui oleh fitrah, akal, dan pancaindra manusia, serta ditetapkan pula oleh syariat.

Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah Subhānahū wa Ta’ālā yang berbeda-beda bentuk, warna, jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan bahwa keberadaan semua itu tentu ada yang mengadakannya. Tidak mungkin mereka ada dengan sendirinya.

Pancaindra kita pun mengakui adanya Allah Subhānahū wa Ta’ālā. Kita melihat ada orang yang berdoa, menyeru Allah Subhānahū wa Ta’ālā dan meminta sesuatu, lalu Allah Subhānahū wa Ta’ālā mengabulkannya.

Adapun pengakuan fitrah, telah disebutkan oleh Allah Subhānahū wa Ta’ālā di dalam Al-Qur’an:

Ingatlah ketika Rob-mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Rob-mu?” Mereka menjawab, “(Betul, Engkau Rob kami). Kami mempersaksikannya.” (QS. Al-A’rōf: 172)

Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah manusia mengakui adanya Allah Subhānahū wa Ta’ālā. Sekaligus ayat ini juga menunjukkan bahwa dengan fitrahnya, manusia mengenal Rob-nya.

Adapun bukti syariat, kita menyakini bahwa syariat Allah Subhānahū wa Ta’ālā yang dibawa oleh para Rosul yang mengandung maslahat bagi seluruh makhluk. Hal ini menunjukkan bahwa syariat itu datang dari sisi Dzat yang Mahabijaksana.

(Syarah ‘Aqīdah Al-Wāsithiyyah, Syaikh Muhammad bin Shōlih Al-Utsaimin, hlm. 41-45)

2) Mengenal Rububiyah Allah

Yakni menyakini bahwa Allah Subhānahū wa Ta’ālā adalah Dzat yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rezeki, mendatangkan segala manfaat, dan menolak segala mudarat. Dialah Dzat yang mengawasi dan mengatur alam semesta. Allah adalah penguasa, pemilik hukum, dan segala hal, yang menunjukkan kekuasaan-Nya yang tunggal.

Berdasarkan hal ini, seorang Mukmin harus meyakini bahwa tidak ada seorang pun yang menandingi Allah Subhānahū wa Ta’ālā dalam urusan tersebut. Allah Subhānahū wa Ta’ālā mengatakan,

Katakanlah, “Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.” (al-Ikhlash: 1-4)

Apabila seseorang meyakini bahwa ada pihak selain Allah Subhānahū wa Ta’ālā yang memiliki kemampuan untuk melakukan hal-hal yang disebutkan di atas, berarti orang tersebut telah menzalimi Allah Subhānahū wa Ta’ālā. Orang itu berarti menyekutukan-Nya dengan selain-Nya.

Dalam masalah Rububiyah Allah Subhānahū wa Ta’ālā, sebagian orang kafir jahiliah tidak mengingkarinya sedikit pun. Mereka meyakini bahwa yang mampu melakukan demikian hanyalah Allah Subhānahū wa Ta’ālā semata. Mereka tidak menyakini bahwa apa yang selama ini mereka sembah dan agungkan mampu melakukan hal-hal itu.

Keyakinan sebagian orang kafir terhadap Rububiyah Allah Subhānahū wa Ta’ālā telah dijelaskan oleh Allah Subhānahū wa Ta’ālā dalam beberapa firman-Nya. Di antaranya,

Kalau kamu bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan mereka?” Mereka akan menjawab, “Allah.” (QS. Az-Zukhrūf: 87)

Dan kalau kamu bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan yang menundukkan matahari dan bulan?” Mereka akan mengatakan, “Allah.” Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. Al-Ankabūt: 61)

Demikianlah Allah Subhānahū wa Ta’ālā menjelaskan tentang keyakinan mereka terhadap tauhid Rububiyah-Nya. Sebatas keyakinan mereka tersebut tidak menyebabkan mereka masuk ke dalam Islam. Sekadar keyakinan tersebut masih menyebabkan halalnya darah dan harta mereka. Karena itu, Rosulullah Shollallahu Alaihi wa Sallam mengumumkan peperangan melawan mereka.

3) Mengenal Uluhiyyah Allah

Uluhiyyah Allah Subhānahū wa Ta’ālā adalah mengesakan segala bentuk peribadatan bagi-Nya, seperti berdoa, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernazar, dan cinta. Demikian pula ibadah-ibadah lainnya yang diajarkan oleh Allah Subhānahū wa Ta’ālā dan Rosulullah Shollallahu Alaihi wa Sallam.

Memperuntukkan satu jenis ibadah kepada selain Allah Subhānahū wa Ta’ālā termasuk perbuatan zalim yang besar di sisi-Nya. Perbuatan ini sering diistilahkan dengan syirik.

Allah Subhānahū wa Ta’ālā berfirman,

“Hanya kepada-Mu, ya Allah, kami menyembah dan hanya kepada-Mu, ya Allah, kami meminta.” (QS. Al-Fātihah: 5)

Rosulullah Shollallahu Alaihi wa Sallam telah membimbing Ibnu Abbas:

“Apabila kamu meminta, mintalah kepada Allah. Apabila kamu meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah.” (Hasan: HR. At-Tirmidzi)

Allah berfirman:

“Sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (QS. An-Nisā: 36)

“Hai sekalian manusia, sembahlah Rob kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqorah: 21)

Dengan ayat-ayat dan hadits di atas, Allah Subhānahū wa Ta’ālā dan Rosul-Nya telah jelas mengingatkan tentang tidak bolehnya seseorang memberikan peribadatan sedikit pun kepada selain Allah. Sebab, semuanya itu adalah milik Allah Subhānahū wa Ta’ālā semata.

Contoh konkret penyimpangan Uluhiyyah Allah Subhānahū wa Ta’ālā ialah ketika seseorang mengalami musibah dan berharap bisa terlepas dari musibah tersebut. Lalu orang tersebut datang ke makam seorang wali, atau kepada seorang dukun, atau ke tempat keramat, atau ke tempat lainnya. Di tempat itu, dia meminta agar penghuninya atau sang dukun melepaskannya dari musibah yang menimpanya. Ia begitu berharap dan takut keinginannya tidak terpenuhi. Ia pun mempersembahkan sembelihan, bahkan bernazar dan berjanji akan beriktikaf di tempat tersebut jika terlepas dari musibah.

4) Mengenal Nama-nama & Sifat-sifat Allah

Maksudnya, kita beriman bahwa Allah Subhānahū wa Ta’ālā memiliki nama-nama yang Dia telah menamai Diri-Nya dan nama-nama yang telah dinamakan oleh Rosul-Nya. Kita juga beriman bahwa Allah Subhānahū wa Ta’ālā memiliki sifat-sifat yang tinggi yang Dia sifati Diri-Nya dan disifati oleh Rosul-Nya.

“Dan Allah memiliki nama-nama yang baik.” (QS. Al-A’rōf: 180)

Contoh Nama Allah adalah Al-Alīm (Yang Maha Berilmu) dan kandungan sifatnya yaitu ilmu.

Contoh Sifat Allah adalah berbicara, turun di sepertiga malam, melihat, mendengar, memiliki Wajah, Tangan, Telapak Kaki, dan lain-lain sebagaiaman yang diceritakan-Nya sendiri dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Imam Asy-Syafii Rohimahullah telah meletakkan kaidah dasar ketika berbicara tentang nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut, “Aku beriman kepada Allah dan apa (Nama dan Sifat Allah) yang datang dari Allah, sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rosulullah dan (Nama dan Sifat Allah) yang datang dari Rosulullah, sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Rosulullah.” (Syarah Lum’atul I’tiqad, hlm. 36)

Sifat Allah ini wajib ditetapkan, dan tidak boleh diserupakan dengan makhluk, dan tidak pula diartikan kepada arti yang bukan kandungannya secara bahasa. Contohnya Allah memiliki Tangan secara hakiki, bukan kiasan dari kekuasan.

Wallahu a’lam.[]

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url