Pembatal-Pembatal Wudhu
Pembatal-pembatal wudhu (nawaqidh) adalah hal-hal yang membatalkan wudhu dan merusaknya.
Pembatal wudhu ada enam:
1. Sesuatu yang keluar dari dua jalan (qubul dan dubur). Yaitu
dari lubang air kencing dan kotoran. Yang keluar itu bisa berupa air kencing,
kotoran, mani, madzi, darah istihadhoh (darah penyakit), atau angin,
baik sedikit maupun banyak. Berdasarkan firman Alloh ﷻ:
أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ
الْغَائِطِ
“Atau siapa di antara kalian kembali dari tempat buang hajat.”
(QS. An-Nisa': 43)
Dan sabda Rosululloh ﷺ: “Alloh ﷻ
tidak menerima Sholat siapa pun di antara kalian jika dia berhadats sampai dia
berwudhu.” hal ini telah
disebutkan sebelumnya.
Dan sabda Rosululloh ﷺ:
وَلَكِنْ مِنْ غَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ
وَنَوْمٍ
“Tetapi wudhu wajib karena buang air besar, air kencing, dan
tidur.” (HR. Ahmad 4/239, An-Nasa'i 1/83, dan At-Tirmidzi no. 96 dan dishohihkannya,
dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Irwa'ul Gholil 1/141)
Dan sabda Rosululloh ﷺ tentang siapa yang ragu apakah keluar angin dari dirinya atau
tidak:
فَلَا يَنْصَرِفْ حَتَّى يَسْمَعَ
صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا
“Maka janganlah dia berpaling (membatalkan Sholat) sampai
dia mendengar suara atau mencium bau.” (Muttafaq Alaih: HR. Al-Bukhori no.
137, dan Muslim no. 361)
2. Keluarnya najis dari anggota tubuh yang lain. Jika itu
adalah air kencing atau kotoran, maka wudhu batal secara mutlak karena termasuk
dalam nash-nash sebelumnya. Jika itu adalah selain keduanya, seperti darah dan
muntah: jika itu banyak dan menjijikkan, maka lebih baik berwudhu darinya; sebagai
kehati-hatian. Dan jika itu sedikit, maka tidak perlu berwudhu darinya
berdasarkan kesepakatan.
3. Hilangnya akal atau tertutupinya akal dengan pingsan atau
tidur. Berdasarkan sabda Rosululloh ﷺ:
وَلَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ
وَنَوْمٍ
“Tetapi wudhu wajib karena buang air besar, air kencing, dan
tidur.”
Dan sabda beliau:
الْعَيْنُ وِكَاءُ السَّهِ فَمَنْ
نَامَ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Mata adalah tali ikat bagi lubang dubur.[1] Maka siapa yang tidur,
hendaklah dia berwudhu.” (HR. Abu Dawud no. 203, dan Ibnu Majah no. 477, dan
dihasankan oleh Al-Albani dalam Irwa'ul Gholil 1/148)
Adapun gila, pingsan, dan mabuk dan sejenisnya, membatalkan
wudhu berdasarkan Ijma’. Dan tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur yang
pulas, yang tidak menyisakan kesadaran, dalam posisi tidur apa pun. Adapun
tidur yang sedikit tidak membatalkan wudhu. Karena para Shohabat rodhiyallahu
‘anhum terkadang mengantuk saat menunggu Sholat, dan mereka bangun, Sholat,
dan tidak berwudhu. (Shohih Muslim no. 376)
4. Menyentuh kemaluan manusia tanpa penghalang. Berdasarkan
Hadits Busroh binti Shofwan rodhiyallahu ‘anha, Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Siapa yang menyentuh kemaluannya, hendaklah dia berwudhu.” (HR.
Abu Dawud no. 181 dan lafazh ini milik Abu Dawud, An-Nasa'i no. 163,
At-Tirmidzi no. 82 dan berkata: Hadits hasan shohih, dan Ibnu Majah no. 4479,
dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam Irwa'ul Gholil 1/150)
Dan dalam Hadits Abi Ayyub dan Ummu Habibah: “Siapa yang menyentuh
kemaluannya, hendaklah dia berwudhu.”[2]
5. Makan daging unta. Berdasarkan Hadits Jabir bin Samuroh rodhiyallahu
‘anhu, seorang lelaki bertanya kepada Nabi ﷺ: “Apakah kami berwudhu karena makan daging kambing?” Beliau
menjawab:
إِنْ شِئْتَ تَوَضَّأْ وَإِنْ
شِئْتَ لَا تَتَوَضَّأْ
“Jika kamu mau, berwudhulah, dan jika kamu mau, jangan
berwudhu.”
Dia bertanya: “Apakah kami berwudhu karena makan daging unta?” Beliau menjawab:
نَعَمْ تَوَضَّأْ مِنْ لُحُومِ
الْإِبِلِ
“Ya, berwudhulah karena makan daging unta.” (HR. Muslim
no. 360)
6. Murtad dari Islam. Berdasarkan firman Alloh ﷻ:
وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ
فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
“Siapa yang kafir sesudah beriman, maka terhapuslah amal kebajikannya.”
(QS. Al-Maidah: 5)
Dan segala sesuatu yang mewajibkan mandi mewajibkan wudhu,
kecuali kematian.
[1]
Wika': tali yang mengikat kantong atau tempat air. Maknanya: mata saat sadar
seperti tali pengikat, maka hilangnya kesadaran seperti hilangnya ikatan itu.
[2]
Riwayat Ummu Habibah dikeluarkan oleh Ibnu Majah no. 481, dan dishohihkan oleh
Al-Albani dalam Irwa'ul Gholil 1/151. Adapun Hadits Abi Ayyub, Al-Albani
berkata: "Aku belum menemukan sanadnya" Irwa'ul Gholil 1/151.