Rukun Islam Menurut Abul Hasan Al-Asy'ari
Imam Abul Hasan Al-Asy’ari berkata:
* والإسلام هو
أن يُشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله على ما جاء في الحديث
Islam adalah bersaksi bahwa tidak ada yang berhak
disembah selain Alloh dan bahwa Muhammad adalah Rosululloh, sebagaimana
yang datang dalam hadits.
Bahasa:
(الإسلام):
Secara bahasa artinya adalah ketundukan, kepasrahan, dan ketaatan.
Penjelasan:
Kalimat yang agung ini mengandung penafian (penolakan) dan
penetapan. Ia menafikan status keilahian (hak untuk disembah) dari segala
sesuatu selain Alloh dengan ucapan Anda laa ilaha, dan menetapkan
keilahian hanya untuk Alloh semata dengan ucapan Anda illalloh.
Tidak diragukan lagi bahwa sebuah kesaksian tidak akan
menjadi kesaksian sejati kecuali jika didasari oleh ilmu, keyakinan, dan
kejujuran. Adapun jika disertai dengan kebodohan akan maknanya dan keraguan,
maka kesaksian itu tidak dianggap dan tidak bermanfaat. Dalam keadaan seperti
itu, orang yang bersaksi menjadi pendusta karena ia tidak mengetahui makna dari
apa yang ia saksikan. Betapa banyak orang yang tersesat karena hal ini, dan
mereka adalah mayoritas. Mereka memutarbalikkan hakikat maknanya, sehingga
mereka menetapkan status keilahian yang seharusnya dinafikan kepada mereka yang
telah dinafikan, yaitu para penghuni kubur, tempat-tempat keramat, thoghut,
pepohonan, bebatuan, jin, dan lain sebagainya. Mereka menjadikannya sebagai
agama, lalu memperindahnya dengan berbagai hiasan. Mereka menganggap tauhid
sebagai bid’ah dan mengingkarinya ketika diajak kepadanya. Karena kebodohan
mereka terhadap makna “ilah”, mereka memutarbalikkan hakikat maknanya menjadi
makna tauhid rububiyyah, yaitu kemampuan untuk menciptakan. Akibatnya, mereka
menetapkan kesyirikan yang seharusnya dinafikan oleh kalimat (laa ilaha
illalloh), dan mereka mengingkari pengesaan ibadah hanya untuk Alloh yang
seharusnya ditetapkan oleh kalimat itu, semua karena kebodohan mereka. Wallohul
musta’an (Hanya kepada Alloh kita memohon pertolongan). (Lihat: Qurrotu
‘Uyun Al-Muwahhiddin, hlm. 14-15)
Adapun makna “aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
Rosul-Nya” adalah aku bersaksi dengan jujur dan yakin. Hal ini menuntut untuk
mengikutinya, mengagungkan perintah dan larangannya, serta berpegang teguh pada
jalannya ﷺ. bahwa engkau tidak menentang perkataannya dengan perkataan
siapa pun, karena selain beliau bisa saja salah, sedangkan Nabi ﷺ telah dijaga oleh Alloh Ta’ala dari kesalahan. Kita
diperintahkan untuk menaatinya dan meneladaninya, dan kita diancam jika meninggalkan
ketaatan kepadanya, sebagaimana firman Alloh Ta’ala:
﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ﴾
“Tidaklah patut bagi laki-laki yang Mu’min dan tidak (pula) bagi
perempuan yang Mu’min, apabila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (QS.
Al-Ahzab)
Juga firman-Nya:
﴿فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ
تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rosul takut
akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (QS. An-Nur)
Sayangnya, banyak kaum yang telah jatuh dalam kelalaian dan
meninggalkan sikap mengikuti (Rosul). Mereka mendahulukan perkataan orang-orang
yang bisa saja salah di atas perkataan beliau ﷺ.
Wallohul musta’an. (Lihat: Qurrotu ‘Uyun Al-Muwahhiddin, hlm. 15-16)
Konsekuensi dari kesaksian kita bahwa beliau adalah
Rosululloh adalah kita tidak mendahulukan perkataan siapa pun di atas
perkataannya, siapa pun orang itu. Ini adalah salah satu dari dua jenis tauhid,
karena tauhid itu ada dua jenis: tauhid kepada Yang Mengutus (yaitu Alloh) dan
tauhid dalam mengikuti Rosul.
Ibnu Abil ‘Izz berkata: “Maka keduanya adalah dua jenis
tauhid, yang seorang hamba tidak akan selamat dari adzab Alloh kecuali dengan
keduanya: tauhid kepada Yang Mengutus, dan tauhid dalam mengikuti Rosul. Maka,
ia tidak berhukum kepada selainnya, tidak ridho dengan hukum selainnya, dan
tidak menunda pelaksanaan perintahnya dan pembenaran kabarnya dengan dalih
harus meninjaunya terlebih dahulu dengan perkataan syaikhnya, imamnya, atau
orang-orang dari madz-hab dan golongannya....” (Syarh Al-’Aqidah
Ath-Thohawiyyah, hlm. 160)
Adapun perkataannya: “sebagaimana yang datang dalam hadits”:
ini merujuk pada hadits Jibril. Jibril bertanya kepada Nabi ﷺ
tentang Iman, Islam, dan Ihsan. Lalu Nabi ﷺ
menjawab:
«الإسلام أن تشهد
أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، وتقيم الصلاة، وتؤتي الزكاة، وتصوم رمضان،
وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا»
“Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada yang berhak
disembah selain Alloh dan bahwa Muhammad adalah Rosululloh, engkau
mendirikan Sholat, menunaikan Zakat, berpuasa di bulan Romadhon, dan menunaikan
Hajj ke Baitullah jika engkau mampu menempuh perjalanan ke sana.” (HR.
Muslim)
Ringkasan:
Ahli Sunnah mendefinisikan Islam sebagaimana yang
didefinisikan oleh Nabi ﷺ dalam hadits: “Islam adalah engkau
bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Alloh dan bahwa
Muhammad adalah hamba dan Rosul-Nya...” dan seterusnya.
Diskusi:
S1: Definisikan Islam menurut Ahli Sunnah!
S2: Sebutkan dua jenis tauhid yang menjadi syarat
kesempurnaan (iman)!
S3: Bagaimana cara mewujudkan tauhid kepada Yang Mengutus
(Alloh)?