Tanda Terjangkiti Penyakit Hubbud Dunya
Hubbud Dunya adalah cinta
dunia, dan ia bukan penyakit tetapi karunia untuk bisa menikmati nikmat Allah,
jika wajar dan benar caranya, sebagaimana dalam Ali Imrōn ayat 14.
Adapun jika berlebihan
maka ia menjadi penyakit, sebagaimana garam yang berlebihan justru merusak
makanan dan menimbulkan penyakit.
Hubbud Dunya
Merusak Agama
Sebagian ulama Salaf
mengatakan, “Cinta dunia merupakan induk dari segala kesalahan (dosa) dan
merusak agama. Hal ini ditinjau dari beberapa segi:
1) Mencintai dunia
berarti mengagungkan dunia, padahal ia sangat hina di mata Allah Azza wa
Jalla. Termasuk dosa yang paling besar adalah mengagungkan sesuatu yang
direndahkan oleh Allah.
2) Allah mengutuk,
memurkai, dan membenci dunia, kecuali yang ditujukan kepada-Nya. Karena itu,
barangsiapa mencintai apa yang dikutuk, dimurkai, dan dibenci oleh Allah maka
ia akan berhadapan dengan kutukan, murka dan kebencian-Nya.
3) Mencintai dunia
berarti menjadikan dunia sebagai tujuan dan menjadikan amal dan ciptaan Allah
yang seharusnya menjadi sarana menuju kepada Allah Azza wa Jalla dan
negeri Akhirat berubah menjadi kepentingan dunia. Sehingga ia membalik
persoalan dan memutar kebijaksanaan.
Menjadikan Dunia
Sebagai Tujuan Utama
Allah berfirman:
“Barangsiapa
menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan
mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh
balasan di Akhirat kecuali Neraka. Dan lenyaplah di Akhirat itu apa yang
telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hūd: 15-16)
Rosulullah Shollallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa tujuan
hidupnya adalah dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan
kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapat dunia kecuali sesuai
apa yang telah ditetapkan baginya.” Hadits ini memiliki banyak faidah yang akan disebutkan di akhir tulisan.
Apa Bahaya Cinta
Dunia?
Ada beberapa bahaya yang
ditimbulkan dari cinta berlebihan terhadap dunia, di antaranya:
1) Menimbulkan berbagai
macam kejelekan bagi pelakunya. Ibnul Qoyyim Rohimahullah menyatakan
dalam Hādi Al-Arwāh (hlm. 48) bahwa kunci segala kejelekan adalah cinta
dunia dan panjang angan-angan.
2) Orang yang cinta dunia
bisa saja mengorbankan agama dan lebih memilih kekafiran.
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu
‘Anhu, Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Bersegeralah
melakukan amalan sholih sebelum datang ujian seperti potongan malam yang gelap
(sangat sukar diidentifikasi). Yaitu seseorang pada waktu pagi dalam keadaan
beriman dan di sore hari berubah kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan
beriman dan di pagi hari berubah kafir. Ia menjual agamanya karena sedikit dari
keuntungan dunia.” (HR. Muslim
no. 118)
3) Hati jadi lalai dari
mengingat Akhirat sehingga kurang dalam beramal sholih.
Dari Abu Musa Al-Asy’ari Rodhiyallahu
‘Anhu, Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Siapa yang begitu
gila dengan dunianya, maka itu akan memudaratkan Akhiratnya. Siapa yang begitu
cinta Akhiratnya, maka itu akan mengurangi kecintaannya pada dunia.
Dahulukanlah negeri yang akan kekal abadi (Akhirat) dari negeri yang akan fana
(dunia).” (HR. Ahmad, 4/412
dengan sanad hasan lighoirih)
Dalam surat Adz-Dzariyat
juga disebutkan,
“Terkutuklah
orang-orang yang banyak berdusta, (yaitu) orang-orang yang terbenam dalam
kebodohan yang lalai.” (QS.
Adz-Dzariyat: 10-11)
Yang dimaksud “terbenam
dalam kebodohan” adalah mereka buta dan jahil akan perkara Akhirat. “Saahun”
berarti lalai. As-sahwu itu berarti lalai dari sesuatu dan hati tidak
memperhatikannya. Sebagaimana hal ini ditafsirkan dalam Zaad Al-Masir
karya Ibnul Jauzi.
4) Juga karena cinta
dunia akan menjadikan seseorang kurang mendapatkan kelezatan ketika berdzikir.
Di dalam Majmu’ah
Al-Fatawa (9/312), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rohimahullah menyebutkan
perkataaan ulama Syam yaitu Sulaiman Al-Khowwash, “Dzikir bagi hati
kedudukannya seperti makanan untuk badan. Ketika badan sakit, tentu seseorang
sulit merasakan lezatnya makanan. Demikian pula untuk hati tidak bisa merasakan
nikmatnya dzikir ketika seseorang terlalu cinta dunia.”
5) Orang yang gila dunia
urusannya akan jadi sulit. Beda kalau seseorang mengutamakan Akhirat.
Dari Anas bin Malik Rodhiyallahu
‘Anhu, Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa yang
niatnya adalah untuk menggapai Akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan
dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun
akan dia peroleh dan tunduk hina padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk
menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan
mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah
ditetapkan baginya.” (HR.
Tirmidzi, no. 2465)
Hadits ini mengandung
banyak faidah, di antaranya:
1) Orang yang cinta
kepada Akhirat akan memperoleh rizki yang telah Allah tetapkan baginya di dunia
tanpa bersusah payah, berbeda dengan orang yang terlalu berambisi mengejar
dunia, dia akan memperolehnya dengan susah payah lahir dan batin. Salah seorang
ulama Salaf berkata, “Barangsiapa yang mencintai dunia (secara berlebihan) maka
hendaknya dia mempersiapkan dirinya untuk menanggung berbagai macam musibah
(penderitaan).” (Ighōtsatul Lahafān, 1/37)
2) Imam Ibnu Qoyyim Rohimahullah
berkata, “Orang yang mencintai dunia (secara berlebihan) tidak akan lepas dari
tiga (macam penderitaan): Kekalutan (pikiran) yang selalu menyertainya, kepayahan
yang tiada henti, dan penyesalan yang tiada berakhir. Hal ini dikarenakan orang
yang mencintai dunia (secara berlebihan) jika telah mendapatkan sebagian dari
(harta benda) duniawi maka nafsunya (tidak pernah puas dan) terus berambisi
mengejar yang lebih daripada itu, sebagaimana dalam hadits yang shohih Rosulullah
Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Seandainya seorang
manusia memiliki dua lembah (yang berisi) harta (emas) maka dia pasti
(berambisi) mencari lembah harta yang ketiga.” (Ighōtsatul Lahafān, 1/37)
3) Kekayaan yang hakiki
adalah kekakayaan dalam hati/jiwa. Rosululah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda, “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tetapi
kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (dalam) jiwa.” (HR. Al-Bukhori no.
6081)
4) Kebahagiaan hidup dan
keberuntungan di dunia dan Akhirat hanyalah bagi orang yang cinta kepada Allah
dan hari Akhirat, sebagaimana sabda Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam,
“Sungguh sangat
beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya
dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat qona’ah (merasa cukup dan puas) dengan
rizki yang Allah Ta’ala berikan kepadanya).” (HR. Muslim no. 1054)
5) Sifat yang mulia ini
dimiliki dengan sempurna oleh para sahabat Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa
Sallam dan inilah yang menjadikan mereka lebih utama dan mulia di sisi
Allah Ta’ala dibandingkan generasi yang
datang setelah mereka. Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu berkata,
“Kalian lebih banyak berpuasa, (mengerjakan) sholat, dan lebih
bersungguh-sungguh (dalam beribadah) dibandingkan para sahabat Rosulullah Shollallahu
‘Alaihi wa Sallam, tapi mereka lebih baik (lebih utama di sisi Allah Ta’ala)
daripada kalian.” Ada yang bertanya: “Kenapa (bisa demikian), wahai Abu
Abdirrahman?” Ibnu Mas’ud berkata: “Karena mereka lebih zuhud dalam (kehidupan)
dunia dan lebih cinta kepada Akhirat.” (HR. Ibnu Abi Syaibah no. 34550 dalam Al-Mushonnaf
dengan sanad shohih)
Semoga Allah menjaga kita
dari penyakit hubbud dun-ya dan menumbuhkan cinta Akhirat di dada kita.
Allahu a’lam.[]