Ringan di Lisan Tetapi Berat di Timbangan
Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu berkata, Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Ada dua kalimat yang ringan di lisan, berat di Timbangan, dan dicintai oleh Ar-Rohmān:
سُبْحَانَ
اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ العَظِيمِ
Subhānallōh wa
bihamdih, subhānallōhil ‘azhīm
“Mahasuci Allah dan
segala puji bagi-Nya. Mahasuci Allah yang Maha Agung.” (HR. Al-Bukhori no. 6682 dan 7563)
Faidah
Diletakkan Sebagai Hadits Terakhir
Imam Al-Bukhori Rohimahullah
mengakhiri Kitab Shohihnya dengan hadits ini dan mengawalinya dengan
hadits niat, seakan mengisyaratkan menata niat di awal beramal agar ikhlas
mencari Wajah Allah semata, lalu memuji dan mensucikan Allah di akhir amal atas
taufiq dari Allah bisa mengerjakannya sampai selesai. (Ta’liq Shohih
Al-Bukhori, 9/162, Prof. Al-Bugho)
Makna Umum
Hadits
Berdzikir kepada Allah
merupakan cara untuk menentramkan ruh dan hati, memberatkan Timbangan hamba
pada hari Kiamat, menghilangkan kesedihan dan kesempitan hidup, dan mengangkat
bahaya. Dalam hadits ini, Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam memberitahu
umatnya sebuah dzikir agung yang biasa dibaca yaitu subhānallōh wa bihamdih,
subhānallōhil ‘azhīm, dan boleh pula dibalik: subhānallōhil ‘azhīm, subhānallōh
wa bihamdih (“Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya. Mahasuci Allah yang
Maha Agung”). Makna Mahasuci Allah adalah mensucikan Allah dari segala
aib dan kekurangan, dan makna memuji Allah yaitu memuji Allah atas
dimudahkan dalam bertasbih dan beramal sholih. Dua kalimat ini sangat ringan di
lisan, yakni dibunyikan dengan mudah tanpa merasa berat kapanpun dan dimanapun,
mudah dibiasakan dan diulang-ulang di waktu kapanpun. Dua kalimat ini berat di
Timbangan, yakni di Timbangan dari amal kebaikan hamba dari melafazhkan dua
kalimat ini. Pada hari Kiamat amal hamba akan ditimbang dan diberi balasan oleh
Allah. Dua kalimat ini juga dicintai Allah yang Maha Pengasih, dan ini
menunjukkan bahwa tasbih dan tahmid termasuk ibadah sunnah yang paling utama
dan paling besar pahalanya. (Ad-Durol Saniyyah, hadits no. 3021)
Syaikh Al-Utsaimin Rohimahullah
menerangkan, “Kedua kalimat ini merupakan penyebab kecintaan Allah kepada
seorang hamba.” Beliau juga berpesan, “Wahai hamba Allah, sering-seringlah
mengucapkan dua kalimat ini. Ucapkanlah keduanya secara kontinyu, karena kedua
kalimat ini berat di dalam timbangan (amal) dan dicintai oleh Ar-Rohman,
sedangkan keduanya sama sekali tidak merugikanmu sedikitpun sementara keduanya
sangat ringan diucapkan oleh lisan, ‘Subhanallahi wabihamdih, subhanallahil
‘azhim’. Maka sudah semestinya setiap insan mengucapkan dzikir itu dan
memperbanyaknya.” (Syarh Riyadh As-Sholihin, 3/446)
Di dalam hadits ini
Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebut Allah dengan nama-Nya Ar-Rohman
(Yang Maha pemurah). Hikmahnya adalah –wallahu a’lam– karena untuk
menunjukkan keluasan kasih sayang Allah Ta’ala. Sebagai contohnya, di
dalam hadits ini diberitakan bahwa Allah berkenan memberikan balasan pahala
yang banyak walaupun amal yang dilakukan hanya sedikit. (Taudhih Al-Ahkam,
4/883)
Makna Subhānallahi
Wabihamdih
Makna ucapan subhānallōh
(Mahasuci Allah) adalah anda menyucikan Allah Ta’ala dari segala aib dan
kekurangan dan Allah Maha sempurna dari segala sisi. Hal itu diiringi dengan
pujian kepada Allah (wabihamdih) yang menunjukkan kesempurnaan karunia
dan kebaikan yang dilimpahkan-Nya kepada makhluk serta kesempurnaan hikmah dan
ilmu-Nya. (Syarh Riyadh As-Shōlihin li Ibni Utsaimin, 3/446)
Apabila telah terpatri
dalam diri seorang hamba mengenai pengakuan dan keyakinan terhadap kesucian
pada diri Allah dari segala kekurangan dan aib, maka secara otomatis akan
terpatri pula di dalam jiwanya bahwa Allah adalah Sang pemilik berbagai
kesempurnaan sehingga yakinlah dirinya bahwa Allah adalah Robb bagi seluruh
makhluk-Nya. Sedangkan keesaan Allah dalam hal Rububiyah tersebut merupakan
hujjah/argumen yang mewajibkan manusia untuk mentauhidkan Allah dalam hal
ibadah –Tauhid Uluhiyah-. Dengan demikian maka kalimat ini mengandung penetapan
kedua macam tauhid tersebut (rububiyah dan uluhiyah). (Taudhih
Al-Ahkam, 4/885)
Makna Pujian
Kepada Allah
Al-Hamdu atau pujian
adalah sanjungan kepada Allah dikarenakan sifat-sifat-Nya yang sempurna,
nikmat-nikmat-Nya yang melimpah ruah, kedermawanan-Nya kepada hamba-Nya, dan
keelokan hikmah-Nya. Allah Ta’ala memiliki nama, sifat dan perbuatan
yang sempurna. Semua nama Allah adalah nama yang terindah dan mulia, tidak ada
nama Allah yang tercela. Demikian pula dalam hal sifat-sifat-Nya tidak ada
sifat yang tercela, bahkan sifat-sifat-Nya adalah sifat yang sempurna dari
segala sisi. Perbuatan Allah juga senantiasa terpuji, karena perbuatan-Nya
berkisar antara menegakkan keadilan dan memberikan keutamaan. Maka bagaimana
pun keadaannya Allah senantiasa terpuji. (Al-Qawa’id Al-Fiqhiyah karya
Syaikh As-Sa’di, hal. 7)
Syaikh Al-Utsaimin Rohimahullah
berkata, “Alhamdu adalah mensifati sesuatu yang dipuji dengan
sifat-sifat sempurna yang diiringi oleh kecintaan dan pengagungan, kesempurnaan
dalam hal dzat, sifat, dan perbuatan. Maka Allah itu Maha sempurna dalam hal
dzat, sifat, maupun perbuatan-perbuatan-Nya.” (Tafsir Juz ‘Amma, hal.
10)
Makna Subhānallahil
‘Azhim
Makna ucapan ini adalah
tidak ada sesuatu yang lebih agung dan berkuasa melebihi kekuasaan Allah Ta’ala
dan tidak ada yang lebih tinggi kedudukannya daripada-Nya, tidak ada yang lebih
dalam ilmunya dari-Nya. Maka Allah Ta’ala itu Mahaagung dengan dzat dan
sifat-sifat-Nya. (Syarh Riyadh As-Shalihin li Ibni Utsaimin, 3/446)
Hal itu menunjukkan
keagungan, kemuliaan, dan kekuasaan Allah Ta’ala, inilah sifat-sifat yang
dimiliki oleh-Nya. Di dalam bacaan dzikir ini tergabung antara pujian dan
pengagungan yang mengandung perasaan harap dan takut kepada Allah. (Taudhih Al-Ahkam,
4/884-885)
Semua Amal di
Dunia Terputus Kecuali Tasbih dan Tahmid
Di Surga, seorang hamba tidak
lagi sholat, puasa, zakat, haji, umroh, jihad, sedekah, dan seterusnya, tetapi
tasbih dan tahmid tetap mereka latunkan. Hal ini berdasarkan hadits Jabir bin
Abdillah Rodhiyallahu ‘Anhuma, Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
“Penduduk Surga diberi
ilham membaca tasbih dan tahmid, sebagaimana diberi ilham bernafas.” (HR. Muslim no. 2835)
Yakni mereka bertasbih
tanpa beban tetapi kebutuhan, sebagaimana mereka bernafas tanpa beban tetapi
kebutuhan.
Hikmah Hadits
1) Anjuran untuk
senantiasa berdzikir menyebut nama Allah, karena dzikir merupakan penenang
batin, penenteram jiwa, dan pelipur segala gundah gulana. Orang yang banyak
berdzikir kepada Allah, jiwa dan hatinya akan lebih tenang dan tenteram serta
lebih dapat mengendalikan dirinya.
2) Hendaknya setiap kita
membiasakan membaca dzikir tertentu, khususnya dzikir yang dianjurkan dan yang
dicontohkan oleh Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam. Di antara
dzikir yang dicontohkan beliau adalah dzikir tersebut.
3) Dzikir di atas, selain
ringan di lisan, ia juga memiliki keutamaan yang sangat besar, yaitu memiliki
nilai timbangan yang berat di Yaumil Hisab kelak, dan juga merupakan amalan
yang dicintai Allah Yang Maha Rohman.
4) Luasnya karunia Allah,
dimana amal ringan tetapi dibalas dengan pahala melimpah.
Allahu a’lam.[]