Gelar-Gelar Buruk yang Diberikan Mubtadi’ah kepada Ahlus Sunnah
Termasuk hikmah Alloh bahwa Dia menjadikan bagi setiap Nabi musuh dari
kalangan orang-orang yang berbuat kejahatan.
Mereka menghalangi kebenaran dengan segala daya upaya dari perkataan dan
perbuatan, dengan berbagai jenis makar, syubhat (kerancuan), dan klaim-klaim
bathil.
Tujuannya agar kebenaran menjadi nyata, jelas, dan mengungguli
kebathilan.
Sungguh Nabi ﷺ dan para Shohabat beliau
menghadapi banyak hal dari ini.
Sebagaimana firman Alloh:
وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذىً كَثِيراً
“Dan sungguh kalian akan mendengar dari orang-orang yang diberi Al-Kitab
sebelum kalian dan dari orang-orang yang syirik gangguan yang banyak.” (QS.
Ali ‘Imron: 186)
Orang-orang zholim dan musyrik itu memberikan gelar-gelar pencemoohan
dan penghinaan kepada Nabi ﷺ dan para Shohabat beliau, seperti:
tukang sihir (saahir), orang gila (majnuun), dukun (kaahin),
pendusta (kadz-dzaab), dan yang sejenisnya.
Karena Ahlul ‘Ilmi dan Ahlul Iman adalah pewaris Nabi ﷺ, maka mereka menghadapi dari Ahlul Kalam dan Ahlul Bid’ah
seperti yang dihadapi oleh Nabi ﷺ dan
para Shohabat beliau dari kaum musyrikin itu.
Setiap kelompok dari kelompok-kelompok ini memberikan gelar-gelar
pencemoohan dan penghinaan kepada Ahlus Sunnah yang Alloh sucikan mereka
darinya.
Hal itu: entah karena kebodohan mereka terhadap kebenaran, di mana
mereka menyangka kebenaran ada pada mereka dan kebathilan ada pada Ahlus
Sunnah, atau karena niat buruk mereka, di mana mereka ingin menjauhkan orang
dari Ahlus Sunnah dan berpegangan pada pendapat mereka, padahal mereka tahu
kerusakan pendapat mereka.
1. Jahmiyyah dan yang mengikuti mereka dari kalangan Mu’atthilah
(penolak sifat) menamai Ahlus Sunnah Musyabbihah (penyerupa), karena klaim
mereka bahwa penetapan sifat mengharuskan tasybih.
2. Rofidhoh (Syiah) menamai Ahlus Sunnah Nawaashib (penegak permusuhan),
karena mereka mencintai Abu Bakr dan ‘Umar rodhiyallahu ‘anhuma,
sebagaimana mereka mencintai keluarga Nabi ﷺ.
Kaum Rofidhoh mengklaim bahwa siapa yang mencintai Abu Bakr dan ‘Umar,
maka ia telah menegakkan permusuhan terhadap Ahlul Bait.
Oleh karena itu mereka berkata: “Tidak ada walaa (kecintaan)
kecuali dengan baroo (berlepas diri).”
Yaitu: Tidak ada kecintaan kepada Ahlul Bait kecuali dengan berlepas
diri dari Abu Bakr dan ‘Umar!!
3. Qodariyyah an-Nufaat (penolak takdir) menamai Ahlus Sunnah Mujbiroh
(pemaksa), karena penetapan qodar (takdir) dianggap jabr (pemaksaan) menurut
kaum Nufaat ini!!
4. Murji’ah yang melarang istitsna (mengucapkan in syaa Allah
aku beriman) dalam Iman menamai Ahlus Sunnah Syukkaak (orang-orang
yang ragu).
Karena Iman menurut mereka adalah pembenaran hati, dan istitsna
adalah keraguan di dalamnya menurut kaum Murji’ah ini!!
5. Ahlul Kalam dan Mantiq (logika) menamai Ahlus Sunnah Hasywiyyah.
Dari kata hasyw (hampa/ isinya tidak ada gunanya), yaitu: yang
tidak ada kebaikan di dalamnya.
Mereka juga menamai mereka Nawaabit (tumbuhan liar), yaitu: benih
tanaman yang tumbuh bersamanya tetapi tidak ada kebaikan di dalamnya.
Dan menamai mereka Ghutsa (sampah), yaitu: kotoran yang dibawa oleh
sungai.
Hal itu karena kaum Mantiq ini mengklaim bahwa siapa yang tidak
menguasai Mantiq (logika), maka ia tidak berada di atas keyakinan dalam
urusannya, bahkan ia termasuk orang-orang bodoh yang tidak ada kebaikan di
dalamnya.
Kebenarannya adalah bahwa ilmu yang mereka banggakan ini tidak
memberikan manfaat sedikit pun dari kebenaran.
Sebagaimana Syaikh (Ibnu Taimiyah) rohimahulloh berkata dalam
kitabnya “Ar-Roddu ‘alal Manthiqiyyiin” (Bantahan atas Ahli Logika): “Sungguh
aku selalu tahu bahwa Mantiq (logika) Yunani tidak dibutuhkan oleh orang
cerdas, dan tidak bermanfaat bagi orang bodoh.” (Majmu’ al-Fatawa, 3/52)