Hukum Seputar Ta’ziyah (Ucapan Belasungkawa)
[109] Disyariatkan ta’ziyah
kepada keluarga mayit. Tentang hal ini terdapat 2 Hadits:
Pertama: Dari Qurroh Al-Muzani rodhiyallahu ‘anhu,
ia berkata:
“Nabi Alloh ﷺ, jika beliau duduk, duduklah bersama beliau sekelompok
Shohabat. Di antara mereka ada seorang lelaki yang memiliki anak kecil yang
datang dari belakangnya, lalu ia mendudukkannya di hadapannya. Nabi ﷺ
bertanya kepadanya: “Apakah kamu mencintainya?” Ia menjawab: “Wahai Rosululloh ﷺ, saya
mencintai Anda sebagaimana saya mencintainya.” Lalu anak itu meninggal dunia.
Maka lelaki itu menahan diri untuk menghadiri perkumpulan (Nabi ﷺ)
karena teringat anaknya. Ia bersedih karenanya. Nabi ﷺ kehilangan lelaki itu lalu
bertanya: “Mengapa saya tidak melihat Fulan?”
Mereka menjawab: “Wahai Rosululloh ﷺ, putranya yang Anda lihat itu
telah meninggal dunia.” Lalu Nabi ﷺ bertemu dengannya dan
bertanya tentang putranya?
Maka ia mengabarkan kepada beliau bahwa putranya telah meninggal dunia.
Lalu beliau menghiburnya, kemudian bersabda:
«يَا فُلَانُ أَيُّمَا كَانَ أَحَبَّ إِلَيْكَ أَنْ تَمْتَعَ بِهِ عُمُرَكَ
أَوْ لَا تَأْتِيَ غَدًا إِلَى بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ إِلَّا وَجَدْتَهُ
قَدْ سَبَقَكَ إِلَيْهِ يَفْتَحُهُ لَكَ؟»
“Wahai Fulan, mana yang lebih kamu sukai: kamu bersenang-senang
dengannya sepanjang umurmu, atau kamu tidak mendatangi 1 pun pintu dari
pintu-pintu Jannah esok hari melainkan kamu mendapatinya telah mendahuluimu ke
sana dan membukanya untukmu?
Ia menjawab: “Wahai Nabi Alloh ﷺ, bahkan ia mendahului saya ke
pintu Jannah lalu membukanya untuk saya, itu lebih saya sukai.” Beliau
bersabda: “Maka itu adalah milikmu.”
Seorang lelaki dari Anshor bertanya: “Wahai Rosululloh ﷺ,
semoga Alloh menjadikan saya tebusan Anda, apakah itu khusus untuknya atau
untuk kami semua?” Beliau bersabda:
بَلْ لِكُلِّكُمْ
“Bahkan untuk kalian semua.”
Kedua: Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu,
dari Nabi ﷺ,
beliau bersabda:
«مَنْ عَزَّى أَخَاهُ الْمُؤْمِنَ فِي مُصِيبَتِهِ كَسَاهُ اللَّهُ
حُلَّةً خَضْرَاءَ يُحْبَرُ بِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
“Siapa yang menghibur saudaranya yang Mu’min dalam musibahnya, Alloh
akan memberinya pakaian hullah khodhro’ (pakaian hijau) yang membuatnya
iri pada hari Kiamat.”
Ditanyakan: “Wahai Rosululloh ﷺ, apa itu yuhbar?”
Beliau menjawab: “Iri.”
[110] Ia menghibur mereka
dengan apa yang ia kira dapat menghibur mereka, mengurangi kesedihan mereka,
dan mendorong mereka untuk ridho dan bersabar, yaitu dari ucapan yang tsabit
dari Nabi ﷺ jika
ia mengetahuinya dan mengingatnya. Jika tidak, maka dengan ucapan yang mudah
yang mewujudkan tujuan dan tidak menyalahi Syara’, seperti perkataan mereka: “Semoga
ia memberimu umur.” Tentang hal ini terdapat beberapa Hadits:
Pertama: Dari Usamah bin Zaid rodhiyallahu ‘anhu,
ia berkata:
“Salah seorang putri Rosululloh ﷺ mengutus seseorang
kepada beliau: “Seorang putranya—lelaki atau perempuan, dalam riwayat lain:
Umamah binti Zainab—sudah sakarot maut, maka hadirlah kepada kami.” Beliau
mengutus seseorang kepadanya, membacakan salamnya dan bersabda:
«إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلِلَّهِ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ
إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ»
“Milik Alloh apa yang Dia ambil, dan milik Alloh apa yang Dia berikan,
dan segala sesuatu di sisi-Nya sampai waktu yang ditentukan. Maka hendaklah ia
bersabar dan mengharapkan pahala.” Al-Hadits.
Saya berkata: Lafazh ta’ziyah ini, meskipun diriwayatkan untuk
orang yang hampir meninggal, maka ta’ziyah dengannya untuk orang yang
sudah meninggal lebih utama dengan dalil nash. Oleh karena itu An-Nawawi (676
H) berkata dalam Al-Adzkar dan lainnya: “Hadits ini adalah ta’ziyah
yang terbaik.”
Kedua: Sabda Nabi ﷺ kepada wanita Anshor yang
beliau hibur atas kematian anaknya:
«أَمَا إِنَّهُ بَلَغَنِي أَنَّكِ جَزِعْتِ عَلَى ابْنِكِ فَأَمَرَهَا
بِتَقْوَى اللَّهِ وَبِالصَّبْرِ»
“Telah sampai kepada saya bahwa kamu bersedih atas anakmu.” Lalu beliau
memerintahkannya untuk bertaqwa kepada Alloh dan bersabar.
Wanita itu berkata: “Wahai Rosululloh ﷺ, mengapa saya tidak bersedih,
padahal saya seorang wanita roqūb (tidak bisa punya anak lagi) dan saya
tidak punya anak selain dia?”
Rosululloh ﷺ bersabda: “Roqūb adalah orang yang anaknya tetap hidup.”
Kemudian beliau bersabda:
«مَا مِنْ امْرِئٍ أَوْ امْرَأَةٍ مُسْلِمَةٍ يَمُوتُ لَهَا ثَلَاثَةُ
أَوْلَادٍ يَحْتَسِبُهُمْ إِلَّا أَدْخَلَهُ اللَّهُ بِهِمْ الْجَنَّةَ»
“Tidak ada seorang lelaki atau wanita Muslimah yang meninggal dunia 3
orang anak baginya, lalu ia mengharapkan pahala atas musibah tersebut,
melainkan Alloh akan memasukkannya ke Jannah karena mereka.”
Umar rodhiyallahu ‘anhu, yang berada di sebelah kanan Nabi ﷺ,
bertanya: “Ayah dan ibu saya menjadi tebusan Anda, bagaimana dengan 2 orang?”
Beliau menjawab: “2 orang.”
Ketiga:
Sabda Nabi ﷺ ketika beliau masuk menemui Ummu Salamah rodhiyallahu ‘anha
setelah kematian Abu Salamah rodhiyallahu ‘anhu:
«اللَّهُمَّ اغْفِرْ لأَبِي سَلَمَةَ وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِي الْمَهْدِيِّينَ
وَاخْلُفْهُ فِي عَقِبِهِ فِي الْغَابِرِينَ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ
وَأَفْسِحْ لَهُ فِي قَبْرِهِ وَنَوِّرْ لَهُ فِيهِ»
“Ya Alloh, ampunilah Abu Salamah, angkatlah derajatnya di antara
orang-orang yang mendapat petunjuk, gantikanlah ia bagi keturunannya yang
ditinggalkan, ampunilah kami dan dia, wahai Robb sekalian alam, lapangkanlah
kuburnya, dan berilah cahaya di dalamnya.”
Hadits ini telah lengkap disebutkan pada masalah 17.
Keempat:
Sabda Nabi ﷺ dalam ta’ziyah beliau kepada Abdulloh bin Ja’far rodhiyallahu
‘anhuma atas kematian ayahnya:
«اللَّهُمَّ اخْلُفْ جَعْفَرًا فِي أَهْلِهِ وَبَارِكْ لِعَبْدِ اللَّهِ
فِي صَفْقَةِ يَمِينِهِ»
“Ya Alloh, gantikanlah Ja’far bagi keluarganya, dan berkahilah Abdulloh
dalam transaksi tangannya (yang kanan).”
Beliau mengucapkannya 3 kali.
Hadits ini akan datang lengkapnya pada masalah berikutnya.
[111] Ta’ziyah tidak
dibatasi 3 hari yang tidak boleh melewatinya. Justru, kapan saja ia
melihat ada manfaat dalam ta’ziyah, ia melakukannya. tsabit
(pasti) dari Nabi ﷺ bahwa beliau ta’ziyah setelah 3 hari, dalam Hadits
Abdulloh bin Ja’far rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
“Rosululloh ﷺ mengutus pasukan, lalu beliau mengangkat Zaid bin Haritsah rodhiyallahu
‘anhu sebagai pemimpin mereka. Beliau bersabda:
«فَإِنْ قُتِلَ زَيْدٌ أَوِ اسْتُشْهِدَ فَأَمِيرُكُمْ جَعْفَرٌ فَإِنْ
قُتِلَ أَوْ اسْتُشْهِدَ فَأَمِيرُكُمْ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ»
“Maka jika Zaid terbunuh atau mati syahid, pemimpin kalian adalah Ja’far.
Maka jika ia terbunuh atau mati syahid, pemimpin kalian adalah Abdulloh bin
Rowahah.”
Maka mereka bertemu musuh. Zaid rodhiyallahu ‘anhu mengambil bendera
lalu berperang sampai ia terbunuh atau mati syahid. Kemudian Ja’far rodhiyallahu
‘anhu mengambil bendera lalu berperang sampai ia terbunuh. Kemudian
Abdulloh rodhiyallahu ‘anhu mengambilnya lalu berperang sampai ia
terbunuh. Kemudian Kholid bin Al-Walid rodhiyallahu ‘anhu mengambil
bendera, lalu Alloh membukakan kemenangan atasnya.”
Kabar mereka sampai kepada Nabi ﷺ. Beliau keluar menemui
orang-orang, memuji Alloh dan menyanjung-Nya, lalu bersabda: “Saudara-saudara
kalian telah bertemu musuh. Zaid rodhiyallahu ‘anhu mengambil bendera
lalu berperang sampai terbunuh atau mati syahid. Kemudian... kemudian...
kemudian Kholid bin Al-Walid rodhiyallahu ‘anhu mengambil bendera,
pedang dari pedang-pedang Alloh, lalu Alloh membukakan kemenangan atasnya.”
Beliau menunda lalu menunda (mendatangi) keluarga Ja’far rodhiyallahu
‘anhu selama 3 hari dari mendatangi mereka. Kemudian beliau mendatangi
mereka, lalu bersabda:
«لَا تَبْكُوا عَلَى أَخِي بَعْدَ الْيَوْمِ»
“Janganlah kalian menangisi saudaraku setelah hari ini.”
«ادْعُوا لِي ابْنَيْ أَخِي»
“Panggillah kedua putra saudara saya.”
Abdulloh bin Ja’far rodhiyallahu ‘anhu berkata: “Maka kami
didatangkan seperti burung kecil.” Beliau bersabda: “Panggillah tukang cukur.”
Lalu didatangkan tukang cukur, dan ia mencukur kepala kami. Kemudian beliau
bersabda: “Adapun Muhammad, ia mirip paman kita, Abu Tholib. adapun Abdulloh, ia mirip fisikku dan
akhlakku.”
Kemudian beliau memegang tangan saya lalu mengangkatnya, dan bersabda:
«اللَّهُمَّ اخْلُفْ جَعْفَرًا فِي أَهْلِهِ وَبَارِكْ لِعَبْدِ اللَّهِ
فِي صَفْقَةِ يَمِينِهِ»
“Ya Alloh, gantikanlah Ja’far bagi keluarganya, dan berkahilah Abdulloh
dalam transaksi tangannya (yang kanan).”
Beliau mengucapkannya 3 kali.
Abdulloh rodhiyallahu ‘anhu berkata: “Lalu ibu kami datang dan
menceritakan kepada beliau tentang keadaan yatim kami, dan ia mulai bersedih
karenanya.” Beliau bersabda:
«الْعَيْلَةَ تَخَافِينَ عَلَيْهِمْ وَأَنَا وَلِيُّهُمْ فِي الدُّنْيَا
وَالآخِرَةِ؟»
“Kemiskinan yang kamu takutkan atas mereka? Padahal saya adalah wali (penolong)
mereka di dunia dan Akhiroh?”
[112] Sebaiknya menghindari 2
hal, meskipun orang-orang terus menerus melakukannya:
a) Berkumpul untuk ta’ziyah di tempat tertentu, seperti rumah,
kuburan, atau Masjid.
b) Keluarga mayit membuat makanan untuk menjamu orang-orang yang datang ta’ziyah.
Hal itu berdasarkan Hadits Jarir bin Abdulloh Al-Bajali rodhiyallahu ‘anhu,
ia berkata:
“Dahulu kami menganggap—dalam riwayat lain: Kami memandang—berkumpul di
sisi keluarga mayit dan membuat makanan setelah dikuburkan termasuk niyahah (meratap).”
An-Nawawi (676 H) berkata dalam Al-Majmu’ 5/306:
“Adapun duduk untuk ta’ziyah, Asy-Syafi’i (204 H) dan penulis (Al-Majmu’)
serta seluruh Ash-hab (ulama Syafi’iyyah) menegaskan kemakruhannya.
Mereka berkata: ‘Maksud duduk untuk ta’ziyah adalah keluarga mayit
berkumpul di rumah, lalu orang yang ingin ta’ziyah mendatangi mereka.’
Mereka berkata: ‘Justru seharusnya mereka kembali mengurus kebutuhan mereka,
maka siapa yang berpapasan dengan mereka, ia menghibur mereka.’ Mereka berkata:
‘Tidak ada perbedaan antara lelaki dan wanita dalam hal kemakruhan duduk untuk ta’ziyah.”
Nash Imam Asy-Syafi’i (204 H) yang diisyaratkan oleh An-Nawawi (676 H)
dalam kitab Al-Umm 1/248:
“Saya membenci ma’tam (perkumpulan untuk ta’ziyah), yaitu
berkumpul meskipun tidak ada tangisan, karena itu memperbarui kesedihan dan
membebani biaya, ditambah lagi ada riwayat tentang itu.”
Seolah-olah ia mengisyaratkan kepada Hadits Jarir rodhiyallahu ‘anhu
ini.”
An-Nawawi (676 H) berkata:
“Penulis (Al-Muhadz-dzab’) dan selainnya berdalil dengan dalil
lain, yaitu bahwa itu adalah perkara baru (dibuat-buat).”
Demikian pula Ibnu Al-Hammam (861 H) dalam Syarhul Hidayah 1/473
menegaskan kemakruhan keluarga mayit membuat jamuan makanan, dan ia berkata: “Itu
adalah bid’ah yang buruk.” ini
adalah madz-hab Hanbali, sebagaimana dalam Al-Inshof, 2/565.
[113] Yang Sunnah
adalah kerabat dan tetangga mayit membuat makanan yang mengenyangkan keluarga
mayit, berdasarkan Hadits Abdulloh bin Ja’far rodhiyallahu ‘anhu, ia
berkata:
“Ketika datang berita kematian Ja’far rodhiyallahu ‘anhu saat ia
terbunuh, Nabi ﷺ bersabda:
«اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ يَشْغَلُهُمْ
أَوْ أَتَاهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ»
“Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far, karena telah datang kepada
mereka urusan yang menyibukkan mereka—atau telah datang kepada mereka hal yang
menyibukkan mereka.”
Imam Asy-Syafi’i (204 H) berkata dalam Al-Umm 1/247:
“Saya menyukai bagi tetangga mayit atau kerabat untuk membuat makanan
yang mengenyangkan keluarga mayit pada hari ia meninggal dan malamnya, karena
itu adalah Sunnah dan hal yang mulia. itu
adalah perbuatan orang-orang baik sebelum kita dan setelah kita.”
Kemudian ia menyebutkan Hadits yang disebutkan dari Abdulloh bin Ja’far rodhiyallahu
‘anhu.
[114] Disunnahkan
mengusap kepala anak yatim dan memuliakannya, berdasarkan Hadits Abdulloh bin
Ja’far rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
“Seandainya kamu melihat saya, Qutsam, dan Ubaidulloh bin Abbas rodhiyallahu
‘anhum, kami masih anak-anak sedang bermain, tiba-tiba Nabi ﷺ lewat dengan
menunggangi hewan. Beliau bersabda: “Angkatlah ini kepada saya.” Lalu beliau
memanggul saya di depan. beliau
bersabda kepada Qutsam: “Angkatlah ini kepada saya.” Lalu beliau memanggulnya
di belakangnya. Padahal Ubaidulloh lebih dicintai oleh Al-Abbas daripada
Qutsam. Beliau tidak malu kepada pamannya, tetapi beliau memanggul Qutsam dan
meninggalkan Ubaidulloh.”
Kemudian beliau mengusap kepala saya 3 kali, dan setiap kali mengusap
beliau berdoa:
«اللَّهُمَّ اخْلُفْ جَعْفَرًا فِي وَلَدِهِ»
“Ya Alloh, gantikanlah Ja’far bagi keturunannya.”
Saya bertanya kepada Abdulloh bin Ja’far: “Apa yang terjadi pada Qutsam?”
Ia menjawab: “Ia mati syahid.” Saya berkata: “Hanya Alloh dan Rosul-Nya ﷺ yang
lebih tahu tentang kebaikan.” Ia menjawab: “Benar.”