Penetapan Wajh (Wajah) bagi Alloh Menurut Ibnu Taimiyyah
Madz-hab Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah: Alloh memiliki Wajh (Wajah)
yang hakiki yang layak bagi-Nya, disifati dengan Jalal (Keagungan) dan Ikrom
(Kemuliaan).
Telah ada dalil atas penetapan-Nya bagi Alloh dari Al-Kitab dan Sunnah.
Di antara dalil Al-Kitab adalah firman Alloh:
وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ
وَالأِكْرَامِ
“Dan kekallah Wajah Robb-mu yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan.” (QS.
Ar-Rohman: 27)
Di antara dalil Sunnah adalah sabda Nabi ﷺ dalam do’a yang ma’tsur (diriwayatkan): “Dan aku memohon
kepada-Mu kelezatan memandang Wajah-Mu dan kerinduan untuk berjumpa dengan-Mu” (HR.
An-Nasa’i no. 1305)
Maka, Wajah Alloh termasuk sifat dzatiyyah (sifat yang selalu ada
pada Dzat Alloh) yang ditetapkan bagi-Nya secara hakiki dengan cara yang layak
bagi-Nya.
Tidak benar menyelewengkan maknanya menjadi pahala (tsawab)
karena beberapa sisi:
1) Menyelisihi zhohir (makna lahiriah) nash.
Sesuatu yang menyelisihi zhohir nash membutuhkan dalil,
dan tidak ada dalil untuk itu.
2) Wajh ini disebutkan dalam nash-nash disandarkan kepada Alloh.
Dan yang disandarkan kepada Alloh itu ada dua kemungkinan: entah sesuatu
yang berdiri sendiri, atau sesuatu yang tidak berdiri sendiri.
Jika ia adalah sesuatu yang berdiri sendiri, maka ia makhluk, dan bukan
termasuk sifat-Nya, seperti rumah Alloh (Baitulloh) dan unta Alloh (naaqotulloh).
Penyandarannya kepada-Nya adalah untuk pemuliaan (tasyriif) atau dari
bab penyandaran yang dimiliki dan diciptakan kepada Pemilik dan Penciptanya.
Dan jika ia adalah sesuatu yang tidak berdiri sendiri, maka ia termasuk
sifat-sifat Alloh, dan ia bukan makhluk, seperti ilmu Alloh, qudrot
(kekuasaan)-Nya, ‘izzah (keperkasaan)-Nya, kalam (firman)-Nya, yad
(tangan)-Nya, ‘ain (mata)-Nya, dan yang sejenisnya.
Dan Wajh tanpa ragu termasuk jenis yang ini, maka penyandarannya kepada
Alloh adalah dari bab penyandaran sifat kepada Dzat yang disifati.
3) Pahala (tsawab) adalah makhluk yang terpisah dari Alloh,
sedangkan Wajh adalah sifat dari sifat-sifat Alloh yang bukan makhluk dan tidak
terpisah.
Maka, bagaimana ini ditafsirkan dengan itu?!
4) Wajh itu disifati dalam nash-nash dengan Jalal dan Ikrom.
Dan bahwa ia memiliki cahaya yang diminta perlindungan dengannya[1],
dan sinar-sinar (subuhaat) yang membakar apa pun yang dijangkau oleh
pandangan-Nya dari makhluk-Nya.
Semua sifat ini mencegah bahwa yang dimaksud adalah pahala (tsawab).
Wallahu a’lam.
[1]
Hal
itu terdapat dalam do’a Nabi ﷺ ketika kembali dari Tho’if
setelah mereka menolak dakwah beliau. Diriwayatkan oleh Muslim (179) dari
Hadits Abu Musa rodhiyallahu ‘anhu. Akan datang takhrij-nya.