Meraih Surga dengan Akhlak Mulia
Termasuk keindahan ajaran agama Islam adalah agama ini mendorong umatnya untuk memiliki akhlak yang mulia dan akhlak yang luhur. Sebaliknya, agama ini melarang umatnya dari akhlak-akhlak rendahan dan akhlak yang buruk. Hal ini ditunjukkan oleh banyak hadits tentang akhlak dari Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Hadits tentang akhlak
tersebut di antaranya, Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda,
“Sesungguhnya aku
hanyalah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang luhur.” (HR. Ahmad no. 8952
dengan sanad shohih)
Rosulullah Shollallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Sesungguhnya yang paling
aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari
Kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.” (HR. At-Tirmidzi
no. 1941 dengan sanad hasan)
Bahkan dengan akhlak
mulia, seseorang bisa menyamai kedudukan (derajat) orang yang rajin berpuasa
dan rajin sholat. Sebagaimana sabda Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam,
“Sesungguhnya seorang Mukmin
bisa meraih derajat orang yang rajin berpuasa dan sholat dengan sebab akhlaknya
yang luhur.” (HR. Ahmad no. 25013 dan Abu Dawud no. 4165 dengan sanad shohih)
Oleh karena itu, akhlak
yang luhur dan mulia termasuk perkara yang ditekankan dalam agama ini. Agama
ini menekankan dan mendorong kita untuk berhias dengan akhlak yang sempurna
terhadap Allah Ta’ala, Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam,
dan juga terhadap hamba-hamba-Nya. Dengan akhlak yang mulia, akan tampaklah
kesempurnaan dan ketinggian agama Islam ini, yaitu agama yang indah dan
sempurna, baik dari sisi aqidah, ibadah, adab dan akhlak.
Dengan semakin kokoh
‘aqidah dan keimanan seseorang, seharusnya semakin baik pula akhlaknya. Dengan
bertambahnya ilmu ‘aqidah dan imannya, bertambah luhur pula akhlaknya. Hal ini
sebagaimana yang diisyaratkan dalam sabda Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam,
“Orang Mukmin yang paling
sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. At-Tirmidzi no. 1162
dengan sanad shohih)
Oleh karena itu, jika ada
di antara kita yang semakin bertambah ilmu agama dan imannya, namun akhlaknya
tidak semakin baik, maka waspadalah, mungkin ada yang salah dalam diri kita
dalam belajar agama dan mengamalkannya.
Jika kaum Muslimin
berhias dengan akhlak mulia serta menunaikan hak-hak saudaranya yang itu
menjadi kewajibannya, maka hal itu merupakan pintu gerbang utama masuknya
manusia ke dalam agama ini. Hal ini sebagaimana yang telah kita saksikan pada
zaman para Sahabat Rodhiyallahu ‘Anhum, ketika manusia
berbondong-bondong masuk Islam disebabkan keindahan akhlak dan keluhuran mereka
dalam bermuamalah dan interaksi dengan sesama manusia.
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin
Baaz Rohimahullahu berkata,
“Kaum Muslimin pada hari ini, bahkan manusia
seluruhnya, sangat membutuhkan penjelasan tentang agama Allah, tentang
keindahan dan hakikat agama-Nya. Demi Allah, seandainya manusia dan dunia pada
hari ini mengetahui hakikat agama ini,
niscaya mereka akan masuk Islam dengan berbondong-bondong sebagaimana mereka
berbondong-bondong masuk Islam setelah Allah menaklukkan kota Makkah untuk
Nabi-Nya ‘Alaihish Sholaatu was Salaam.” (Majmuu’ Fataawa, 2/338)
Hendaknya selalu
menghadirkan hati bahwa saat berakhlak mulia adalah dalam rangka mendekat
kepada Allah dan mengharap pahala dari-Nya. Bukan semata-mata keinginan untuk
mendapatkan perlakuan (balasan) yang semisal dari orang lain. Allah Ta’ala
berfirman,
“Sesungguhnya kami
memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhoan Allah. Kami
tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS.
Al-Insaan [76]: 9)
Oleh karena itu,
janganlah kita berhias dengan akhlak yang mulia dengan selalu mengharapkan
mendapatkan perlakuan yang semisal dan sebanding dari orang lain. Salah seorang
Sahabat Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada beliau,
“Wahai Rosulullah!
Sesungguhnya aku memiliki kerabat. Aku berusaha menyambung silaturohmi dengan
mereka, namun mereka memutusnya. Aku berbuat baik kepada mereka, namun mereka
tidak berbuat baik kepadaku. Aku bersabar dengan gangguan mereka, namun mereka
menyakitiku terus.”
Rosulullah Shollallahu
‘Alaihi wa Sallam menjawab,
“Jika benar apa yang kamu
katakan, maka seakan-akan kamu memasukkan bara api ke mulut mereka. Dan
pertolongan Allah akan terus-menerus bersamamu untuk mengalahkan mereka, selama
kamu bersikap seperti itu.” (HR. Muslim no. 6440)
Dalam hadits tentang
akhlak di atas, lihatlah bagaimana petunjuk Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa
Sallam kepada Sahabat beliau tersebut. Beliau Shollallahu ‘Alaihi wa
Sallam tidak memerintahkannya untuk memutus hubungan dengan kerabatnya,
meskipun kerabatnya memutus hubungan dengannya. Dan beliau Shollallahu ‘Alaihi
wa Sallam pun mengingatkan dengan pahala dan anugerah yang besar dari Allah
Ta’ala.
Takwa dan Akhlak
Memasukkan Surga
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu
‘Anhu ia berkata:
“Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah ditanya mengenai perkara yang banyak
memasukkan seseorang ke dalam Surga, beliau menjawab: “Yaitu takwa kepada Allah
dan berakhlak yang baik.”
Beliau Shollallahu
‘Alaihi wa Sallam ditanya pula
mengenai perkara yang banyak memasukkan orang dalam Neraka, jawab beliau: “Yaitu
mulut dan kemaluan.” (HR. At-Tirmidzi no. 2004 dan Ibnu Majah no. 4246 dengan
sanad shohih)
Ibnu Rojab Rohimahullah mengatakan,
bahwa berakhlak yang baik termasuk bagian dari takwa. Akhlak disebutkan secara
bersendirian, karena ingin ditunjukkan pentingnya akhlak. Sebab banyak yang
menyangka, bahwa takwa hanyalah menunaikan hak Allah tanpa memerhatikan hak
sesama. (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:454)
Bahkan Nabi Shollallahu
‘Alaihi wa Sallam menjadikan
akhlak yang baik sebagai tanda kesempurnaan iman. Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu
‘Anhu, Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
“Orang Mukmin yang paling sempurna imannya
adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Abu Dawud no. 4682 dengan sanad hasan)
Bentuk Akhlak yang Baik
Akhlak yang baik (husnul khuluq)
ditafsirkan oleh para Salaf dengan menyebutkan beberapa contoh, di antaranya:
Al-Hasan Al-Bashri Rohimahullah
mengatakan:
حُسْنُ الخُلُقِ : الكَرَمُ وَالبَذْلَةُ
وَالاِحْتِمَالُ
“Akhlak yang baik adalah ramah, dermawan, dan
bisa menahan amarah.”
Asy-Sya’bi Rohimahullah berkata bahwa
akhlak yang baik adalah:
البَذْلَةُ وَالعَطِيَّةُ وَالبِشرُ الحَسَنُ
“Bersikap baik, suka memberi, dan menampakkan kegembiraan
pada orang lain.” Demikianlah Asy-Sya’bi, ia gemar melakukan hal itu.
Ibnul Mubarok Rohimahullah mengatakan
bahwa akhlak yang baik adalah:
هُوَ بَسْطُ الوَجْهِ ، وَبَذْلُ المَعْرُوْفِ
، وَكَفُّ الأَذَى
“Bermuka manis, gemar melakukan kebaikan, dan
menahan diri dari menyakiti orang lain.”
Imam Ahmad Rohimahullah berkata:
حُسْنُ الخُلُقِ أَنْ لاَ تَغْضَبَ وَلاَ تَحْتَدَّ ، وَعَنْهُ أنَّهُ قَالَ :
حُسْنُ الخُلُقِ أَنْ تَحْتَمِلَ مَا يَكُوْنُ مِنَ النَّاسِ
“Akhlak yang baik adalah tidak mudah marah dan
tidak cepat naik darah.” Beliau juga berkata: “Berakhlak yang baik adalah bisa
menahan amarah di hadapan manusia.”
Ishaq bin Rohuyah Rohimahullah berkata
tentang akhlak yang baik:
هُوَ بَسْطُ الوَجْهِ ، وَأَنْ لاَ تَغْضَبَ
“Bermuka manis dan tidak marah.” (Lihat Jaami’
Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:457-458)
Semoga Allah menjadikan
kita sebagai orang berakhlak mulia. Amin.
Allahu a’lam.[]